TRIBUNNEWS.COM - Berikut tahapan atau rangkaian prosesi Hari Raya Galungan.
Peringatan Hari Raya Galungan biasanya dilakukan oleh umat Hindu setiap 6 bulan Bali atau 210 hari, tepatnya pada hari Budha Kliwon Dungulan atau Rabu Kliwon wuku Dungulan.
Pada hari tersebut dipercaya sebagai hari kemenangan Dharma yang berarti kebenaran melawan Adharma atau kejahatan.
Kata Galungan diambil dari bahasa Jawa Kuno yang berarti bertarung.
Perayaan Hari Raya Galungan identik dengan adanya penjor yang dipasang di tepi jalan.
Dikutip dari laman Bulelengkab, perayaan Hari Raya Galungan dilakukan untuk memperingati terciptanya alam semesta jagad raya beserta seluruh isinya.
Baca juga: Ucapan Selamat Hari Raya Galungan dengan Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia
Sebagai ucapan syukur, biasanya umat Hindu memberi dan melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara pada saat perayaan Hari Raya Galungan.
Terdapat sejumlah tahapan prosesi yang dilakukan saat perayaan Hari Raya Galungan.
Untuk lebih lengkapnya, berikut tahapan prosesi Hari Raya Galungan:
1. Tumpek Wariga
Tumpek Wariga merupakan penyebutan untuk hari Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Wariga yang jatuh pada 25 hari sebelum Galungan.
Tumpek Wariga disebut juga Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pengatag, atau Tumpek Pengarah.
Pada hari Tumpek Wariga Ista Dewata, yang dipuja adalah Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan.
Adapun tradisi masyarakat untuk merayakannya adalah dengan menghaturkan banten (sesaji) yang berupa Bubuh (bubur) Sumsum berwarna, di antaranya:
- Bubuh putih untuk umbi-umbian;
- Bubuh bang untuk padang-padangan;
- Bubuh gadang untuk bangsa pohon yang berkembangbiak secara generatif;
- Bubuh kuning untuk bangsa pohon yang berkembangbiak secara vegetatif.
Selain itu, pohon-pohon akan diberikan cipratan air suci yang dimohonkan di sebuah Pura dan diberi banten berupa bubuh tadi disertai canang pesucian, sesayut tanem tuwuh, dan diisi sasat.
Setelah selesai, kemudian pemilik pohon akan menggetok atau mengelus batang pohon sambil berucap.
Dialog yang diucapkan bermakna harapan si pemilik pohon agar nantinya pohon yang diupacarai dapat segera berbuah atau menghasilkan, sehingga dapat digunakan untuk upacara Hari Raya Galungan.
Baca juga: 50 Link Twibbon Hari Raya Galungan 4 Januari 2023, Cocok Dibagikan ke Media Sosial
2. Sugihan Jawa
Sugihan Jawa berasal dari 2 kata, yakni Sugi yang berarti bersih atau suci dan Jawa yang artinya luar.
Secara singkat, pengertian Sugihan Jawa adalah hari sebagai pembersihan atau penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia
Pada hari ini, umat melaksanakan upacara yang disebut Mererebu atau Mererebon.
Upacara Ngerebon ini dilaksanakan dengan tujuan untuk nyomia/menetralisir segala sesuatu yang negatif yang berada pada Bhuana Agung disimbolkan dengan pembersihan Merajan dan rumah.
Biasanya untuk wilayah pura akan membuat Guling Babi untuk haturan yang nantinya setelah selesai upacara dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Sugihan Jawa dirayakan setiap hari Kamis Wage wuku Sungsang.
3. Sugihan Bali
Sugihan Bali memiliki makna yaitu penyucian atau pembersihan diri sendiri.
Tata cara pelaksanaannya adalah dengan cara mandi, melakukan pembersihan secara fisik, dan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai simbolis penyucian jiwa raga untuk menyongsong hari Galungan yang sudah semakin dekat.
Sugihan Bali dirayakan setiap hari Jumat Kliwon wuku Sungsang
Baca juga: Sejarah Hari Raya Galungan yang Dirayakan pada 4 Januari 2023 dan Rangkaian Acaranya
4. Hari Penyekeban
Hari Penyekeban ini memiliki makna filosofis untuk nyekeb indriya yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama.
Hari Penyekeban ini dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan.
5. Hari Penyajan
Penyajan berasal dari kata Saja yang dalam bahasa Bali artinya benar, serius.
Menurut kepercayaan, pada hari Penyajan, umat akan digoda oleh Sang Bhuta Dungulan untuk menguji sejauh mana tingkat pengendalian diri umat Hindu untuk melangkah lebih dekat lagi menuju Galungan.
Hari Penyajan dirayakan setiap Senin Pon wuku Dungulan.
6. Hari Penampahan
Hari Penampahan merupakan satu hari sebelum perayaan Hari Raya Galungan, atau tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan.
Pada hari Penampahan umat akan disibukkan dengan pembuatan penjor dari batang bambu melengkung yang diisi hiasan sedemikian rupa.
Penjor ini bermakna sebagai ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang diterima selama ini.
Selain membuat penjor, umat juga menyembelih babi yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara.
Tradisi penyembelihan babi ini juga mengandung makna simbolis membunuh semua nafsu kebinatangan yang ada dalam diri manusia.
7. Hari Raya Galungan
Saat pagi Hari Raya Galungan, umat telah memulai upacara untuk Galungan.
Upacara tersebut dimulai dari persembahyangan di rumah masing-masing hingga ke Pura sekitar lingkungan.
Tradisi yang kerap djumpai pada Galungan adalah Tradisi 'Pulang Kampung'.
Pada tradisi tersebut umat yang berasal dari daerah lain, seperti perantauan, akan menyempatkan diri untuk sembahyang ke daerah kelahirannya masing-masing.
Bagi umat yang memiliki anggota keluarga yang masih berstatus Makingsan di Pertiwi atau dikubur, maka wajib membawakan banten ke kuburan dengan istilah Mamunjung ka Setra Kuburan saat Hari Raya Galungan.
Baca juga: Kumpulan Ucapan dan Twibbon Hari Raya Galungan dan Kuningan 2023, Dapat Dibagikan di Media Sosial
8. Hari Umanis Galungan
Pada umanis Galungan, umat akan melaksanakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan Dharma Santi dan saling mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi.
Anak-anak akan melakukan tradisi ngelawang yakni menarikan barong disertai gambelan dari pintu rumah penduduk satu ke yang lainnya (lawang ke lawang).
Penduduk yang mempunyai rumah tersebut kemudian akan keluar dari rumah sambil membawa canang dan sesari/uang.
Hal tersebut dilakukan karena penduduk percaya bahwa dengan tarian barong ini dapat mengusir segala aura negatif dan mendatangkan aura positif.
Umanis Galungan jatuh pada hari Kamis Umanis wuku Dungulan.
9. Hari Pemaridan Guru
Kata Pemaridan Guru berasal dari kata Marid dan Guru.
Dapat diartikan bahwa hari ini adalah hari untuk ngelungsur waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Guru.
Hari Pemaridan Guru dirayakan pada Sabtu Pon wuku Galungan.
Baca juga: Apa Itu Hari Raya Galungan? Berikut Sejarah dan Makna Perayaannya
10. Ulihan
Kata Ulihan memiliki arti pulang atau kembali.
Dalam hal ini, ulihan memiliki makna sebagai hari kembalinya para dewata-dewati atau leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugrah panjang umur.
Prosesi Ulihan dirayakan pada Minggu Wage wuku Kuningan
11. Hari Pemacekan Agung
Makna pemacekan agung ini adalah sebagai simbol keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan.
Hari Pemacekan Agung dillaksanakan pada Senin Kliwon wuku Kuningan.
12. Hari Kuningan
Hari Suci Kuningan dirayakan umat dengan cara memasang tamiang, kolem, dan endong.
Warna kuning yang identik dengan hari raya Kuningan memiliki makna kebahagiaan, keberhasilan, dan kesejahtraan.
Tumpeng pada banten yang biasanya berwarna putih diganti dengan tumpeng berwarna kuning.
Keunikan hari raya Kuningan selain penggunaan warna kuning adalah yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang.
Pasalnya, persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang dipercaya hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.
13. Hari Pegat Wekatan
Hari Pegat Wekatan merupakan rangkaian prosesi terakhir dalam perayaan Galungan dan Kuningan.
Pelaksanaan Hari Pegat Wekatan yakni dengan cara melakukan persembahyangan, dan mencabut penjor yang telah dibuat pada hari Penampahan.
Penjor yang telah dicabut kemudian dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah.
Pegat Wakan jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Pahang, sebulan setelah galungan.
(Tribunnews.com/Enggar Kusuma)