Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Serikat Buruh menyoroti sejumlah pasal di dalam Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinilai belum berpihak pada kepentingan buruh.
Terkait dengan pengaturan mengenai upah minimum, Presiden Partai Buruh Said Iqbal melihat ada 4 persoalan, salah satunya terkait upah minimum (UM).
Presiden KSPI, Said Iqbal menyoroti kata 'dapat' dalam Perppu yang mengatur soal UMK.
Iqbal berujar, di dalam UU Cipta Kerja terdapat pasal yang menyebutkan bahwa Gubernur dapat menetapkan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Sementara di dalam Perppu pasal ini tidak diubah, artinya masih sama dengan sebelumnya.
"Dengan menggunakan kata 'dapat', maka artinya UMK bisa ditetapkan dan bisa juga tidak. Kami meminta kata 'dapat' dihapuskan, sehingga bunyinya di dalam Perppu menjadi: Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota," kata Said Iqbal pada konferensi pers virtual, Rabu (4/1/2023).
Persoalan kedua, buruh menyoroti terkait upah minimun adalah pasal yang mengatur formula kenaikan upah minimum.
Menurit Iqbal, jika di dalam UU No 13 Tahun 2003 pasal mengenai kenaikan upah minimum berdasarkan survey kebutuhan hidup layak dan kemudian diubah dalam aturan turunan UU 13/2003 yaitu PP 78/2015 formula kenaikannya menjadi inflansi dan pertumbuhan ekonomi.
Di mana, kata "dan" berarti akumulasi dari keduanya.
"Tetapi dalam UU Cipta Kerja menjadi tidak jelas, karena menggunakan formula inflansi atau pertumbuhan ekonomi. Kata atau, berarti opsional. Hanya dipilih salah satu," ujar Said Iqbal.
Di dalam Perppu, formula kenaikan upah minimum menjadi semakin tidak jelas.
Karena kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan variable indeks tertentu.
Presiden Partai Buruh itu mengatakan, indeks tertentu ini tidak jelas.