Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyebutkan bahwa sistem pemilu proposional terbuka saat ini tengah digugat sejumlah pihak di Mahkamah Konstitusi.
Menurut Mardani jika gugatan tersebut dikabulkan berbahaya karena proses pemilu 2024 sudah berjalan
"Jadi inilah kelebihan dari sistem hukum di Indonesia seperti Mahkamah Konstitusi berkewajiban menerima semua permohonan judicial review bahkan syaratnya sangat mudah untuk judicial review," kata Mardani pada diskusi daring PKS Legislative Corner bertajuk Wacana Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024, Setuju atau Tidak? Jumat (6/1/2022).
Mardani melanjutkan sekarang ada enam orang yang mengajukan judicial review agar membatalkan satu pasal di proporsional terbuka.
Baca juga: Mardani Ali Sera Sebut 4 Penyakit Demokrasi di Indonesia, Satu di Antaranya Politik Biaya Tinggi
"Sehingga kalau pasal Ini dibatalkan maka yang berlaku adalah proporsional tertutup. Tentu ini sangat beresiko karena persiapan pemilu 2024 sudah berjalan," sambungnya.
Menurut Mardani partai politik saat ini kerangka kerjanya proporsional terbuka sehingga akan menjadi sesuatu yang mengejutkan dan mengubah banyak paradigma ketika berjalan proporsional tertutup.
"Kami dari Komisi II DPR sendiri telah berbincang dari sembilan fraksi, delapan fraksi menolak proporsional tertutup. Tetap berharap proposional terbuka," kata Mardani.
"Satu fraksi yakni PDIP mendukung proporsional tertutup dan sikap PDIP ini bukan sikap yang baru bahkan konsisten sejak awal PDIP selalu mendukung proporsional tertutup," sambungnya.
Mardani berharap jika ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan berlaku di tahun 2029 bukan pada pemilu 2024 mendatang.
"Kita juga belum tahu keputusan MK, saat ini MK sendiri sedang melakukan pleno mendengarkan masukan dari teman-teman DPR, masyarakat dan juga dari pemerintah. Muda-mudahan kalaupun ada keputusan maka itu tidak berlaku di 2024 tetapi di 2029," tutupnya.
Adapun sebelumnya sejumlah orang melakukan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka yang ada di dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka meminta MK memutuskan Pemilu 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
Adapun para penggugat itu yakni Yuwono Pintadi yang mengklaim dirinya kader Nasdem, kemudian Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Fahrurrozi (bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel), Riyanto (warga Pekalongan), dan Nono Marijono (warga Depok).
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari juga menyebut ada kemungkinan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.
Hasyim mengatakan aturan terkait sistem pemilihan sedang disidangkan di MK.
Sistem pemilu proporsional tertutup memungkinkan pemilih dalam pemilu legislatif hanya memilih partai, dan bukan calon legislatif.
Sistem itu berbeda dengan proporsional terbuka yang saat ini berlaku, di mana masyarakat bisa memilih para kandidat calon legislatif.
Jika sistem proporsional tertutup berlaku, surat suara hanya akan berisi nama, nomor urut, dan logo partai. Sementara, partai politik yang menang dan mendapat jatah kursi, berhak menentukan orang yang akan duduk di kursi parlemen itu.
Sistem proporsional tertutup dipakai pada Pemilu 1955, sepanjang Orde Baru, dan terakhir pada Pemilu 1999.
Perubahan dilakukan dengan menerapkan sistem proporsional terbuka mulai Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019.