TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe.
Hal itu disampaikan oleh Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo selaku Kabid Humas Polda Papua.
"Informasi yang saya dapat adalah KPK yang melakukan penangkapan," kata Ignatius dikonfirmasi awak media, Selasa (10/1/2023).
Diketahui Lukas Enembe telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai miliaran rupiah terkait proyek-proyek di lingkungan Pemprov Papua.
Lukas salah satunya menerima suap sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka.
Baca juga: KPK Sebut Gubernur Papua Lukas Enembe Kondisinya Sehat, Bisa Wawancara
Kemarin, KPK masih memikirkan cara terbaik untuk melakukan penjemputan paksa terhadap Lukas Enembe dari tanah Papua.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan aparat setempat untuk terus memantau situasi di lokasi.
"Kami melakukan koordinasi dengan aparat setempat dari Kapolda Papua, Kodim, dan Kabinda untuk mengasses situasi kondisi di Jayapura," kata Alex kepada awak media, Jumat (6/1/2023).
Hindari Konflik Horisontal
Alex menjelaskan selama ini KPK belum melakukan penjemputan paksa terhadap Lukas Enembe sebab menghindari potensi konflik horizontal.
Sebab Lukas Enembe cenderung mengumpulkan massa masyarakat lokal di Papua untuk membentenginya.
"Kami tidak menghendaki adanya efek-efek yang semacam konflik horizontal dari penjemputan paksa yang bersangkutan. Tentu yang memahami situasi setempat yaitu aparat setempat. Kami terus melakukan koordinasi," ujarnya.
Oleh karena itu, Alex meminta agar Lukas Enembe bersikap kooperatif dan bersedia datang ke Jakarta.
Sementara soal permohonan Lukas berobat ke Singapura, KPK juga tidak akan melarang.
Tetapi, kata Alex, ia harus berstatus sebagai tahanan KPK terlebih dulu.
"Yang bersangkutan statusnya harus menjadi tahanan KPK dulu, baru bisa berobat ke Singapura," tandasnya.
Kronologi Kasus Lukas Enembe
Sebelumnya KPK telah menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe bersama Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka sebagai tersangka dalam kasus dugaan dugaan korupsi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.
Lukas diduga telah menerima suap Rp 1 miliar agar memenangkan tiga paket proyek untuk digarap PT Tabi Bangun Papua.
Tiga paket proyek yang didapatkan Rijatono Lakka, yakni proyek multiyears peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp 14,8 miliar; proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar; dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp 12,9 miliar.
Selain itu, Lukas Enembe turut diduga menerima gratifikasi senilai miliaran rupiah dalam kasus tersebut.
Teranyar, KPK melakukan penahanan terhadap Rijatono Lakka selama 20 hari. Ia ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih mulai tanggal 5 hingga 24 Januari 2023.
Sedangkan, Lukas belum ditahan lantaran sedang menderita sakit.
Atas perbuatannya, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sedangkan Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor.
ICW Sebut KPK Lemah di Hadapan Tersangka
Koordinator ICW, Agus Sunaryanto menilai KPK tampak lemah di hadapan koruptor.
Ia memandang, KPK semestinya menjemput paksa Lukas yang tampak sehat di acara peresmian kantor gubernur Papua pekan lalu.
"Ini jadi satu hal yang menurut saya tidak bagus untuk KPK sendiri, jadi kelihatan lemah di hadapan tersangka korupsi," kata Koordinator ICW Agus Sunaryanto saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (6/1/2023).
ICW melihat kehadiran Lukas di acara peresmian itu menjadi sinyal bagus bagi KPK untuk melakukan pemeriksaan secara cepat.
Agus juga yakin sejumah tokoh adat di Papua terbuka melihat perkara yang menyandung Enembe.
Mereka mendorong Lukas bersikap kooperatif agar dugaan korupsi itu menjadi jelas apakah murni kasus pidana atau memiliki muatan politis.
Di sisi lain, pemeriksaan bisa menjadi kesempatan bagi Lukas untuk membuktikan apakah ia bersih dari tuduhan sangkaan KPK.
"Karena ini bisa jadi sarana bagi LE sendiri untuk klarifikasi apakah dia terlibat atau enggak dalam kasus ini, seperti yang ditunjukkan oleh KPK. Toh ruang hukumnya ada, ada praperadilan kalau dia tidak melakukan," ujar Agus.