Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Alimin Ribut Sujono menanyakan alasan Putri Candrawathi yang memilih untuk melakukan isolasi mandiri atau isoman di rumah dinas ketimbang di rumah pribadi usai pulang dari Magelang.
Mulanya Hakim Alimin menanyakan soal waktu Putri Candrawathi yang meminta izin kepada Ferdy Sambo selaku suami untuk melakukan isoman.
"Kapan saudara menyampaikan bahwa saudara mau isolasi kepada suami saudara?" tanya Hakim Alimin dalam persidangan, Rabu (11/1/2023).
"Setelah saya menenangkan diri, terus saya ke kamar mandi, terus saya mempersiapkan perlengkapan isolasi saya, terus saya keluar terus minta izin kepada suami saya," kata Putri.
"Apa tanggapan suami saudara ketika saudara izin untuk isolasi?" tanya lagi Hakim Alimin.
"Suami saya bilang, ya sudah kamu isolasi dulu nanti malam kita panggil Yosua untuk konfirmasi," jawab Putri.
Atas pernyataan itu, Hakim Alimin mendalami kenapa Putri dan Ferdy Sambo ingin memanggil Brigadir J.
Padahal, Putri sendiri mau melakukan isolasi mandiri yang berarti tidak dapat bertemu dengan orang lain terlebih dahulu.
"Saudara kan mau isolasi?" tanya Hakim Alimin.
"Isolasi kan hanya 1 sampai 3 jam paling lama maksimal untuk menunggu hasil PCR apakah positif atau negatif," jawab Putri.
Atas pernyataan itu, lantas majelis hakim merasa heran, kenapa Putri lebih memilih melakukan isolasi di rumah dinas yang saat itu turut ada Brigadir J.
Padahal berdasarkan hasil pemeriksaan setempat, Hakim Alimin menilai kalau rumah pribadi Putri Candrawathi lebih nyaman dan memiliki bangunan yang lebih luas.
Kepada majelis hakim, Putri mengaku kalau dirinya masih memiliki anak bayi yang rentan terpapar Covid-19.
"Kami majelis sudah ke rumah saudara, secara pribadi saya lihat rumah di Saguling itu lebih nyaman, untuk isolasi daripada di duren tiga, kenapa harus ke Duren Tiga?" tanya Hakim Alimin.
"Karena saya punya baby usia 1,5 tahun," kata Putri.
"Baby saudara kan di lantai 2?" tanya lagi hakim Alimin.
"Iya, anak saya juga ada satu yang nomor satu di lantai 3," kata Putri.
Dari situ, Putri menyatakan kalau seluruh anaknya selalu menghampiri dan memeluk saat mengetahui kalau dirinya tiba di rumah.
Dengan melakukan isolasi di beda rumah dinilai bisa menjadi alternatif agar kondisi itu tidak terjadi.
"Tapikan sudah besar itu?" tanya Hakim Alimin.
"Siap, biasanya anak saya kalau lihat tahu kalau saya pulang langsung menghampiri saya, dan memeluk saya, saya takut dia terkena covid terutama yang kecil," ucap Putri.
"Anak saudara yang kecil atau besar?" tanya lagi Hakim Alimin.
"Yang kecil, karena belum divaksin," jawab Putri Candrawathi.
"Anak saudara kan di lantai 2, artinya kan begini, saudara kan bisa menahan, dua tiga jam ya, nanti lihat (hasil pcr nya) tapi faktanya akhirnya kan ke duren tiga, alasannya buat isolasi ya?" tanya Hakim Alimin memastikan.
"Saya memutuskan itu iya (isolasi)," jawab lagi Putri.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.