Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Studi Kebangsaan Indonesia (PSKI) Universitas Prasetiya Mulya bekerja sama dengan Badan Litbang Kompas menggelar survei persepsi mahasiswa di seluruh Indonesia terhadap Pancasila.
Survey yang melibatkan 1.600 responden mahasiswa ini membahas Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia.
Berdasarkan survei tersebut, sebanyak 28,6 persen memahami Pancasila dari ruang kelas, sementara dari media sosial sebanyak 21,7 persen.
"Sebanyak 93,8 persen melihat pentingnya Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara, dan 86,1 persen menyatakan tidak setuju jika diganti dengan ideologi lain," ujar Kepala PSKI Universitas Prasetiya Mulya, Dr. Hassan Wirajuda, di Universitas Prasetiya Mulya di Kampus BSD, Tangerang, Selasa (27/1/2023).
Sementara sebanyak 59,5 persen menyatakan bersedia ikut wajib militer jika negara memerlukan.
Baca juga: Panglima TNI: Pagelaran Wayang Pandawa Boyong Cerminan Nilai Pancasila
Hassan mengungkapkan hanya sekelompok kecil, yakni 5,2 persen yang berpendapat Pancasila dapat diganti dengan ideologi lain.
"Secara keseluruhan kaum milenial peduli terhadap pengembangan wawasan kebangsaan," ucap Hassan.
Lalu dari segi metodologi, para mahasiswa menuntut sistem pembelajaran di kelas yang interaktif dan bukan indoktrinasi. Sebanyak 98,9 persen menilai penting tugas praktik ke masyarakat seperti community development dan mahasiswa mengajar.
Kemudian sebanyak 95,4 persen mahasiswa berpendapat bahwa pengembangan seni dan budaya daerah akan memperkuat semangat kebangsaan.
Hassan menyerukan agar dilakukan penataan kembali pendidikan kebangsaan di Indonesia, baik dari segi muatan maupun metodologinya.
Dirinya mengungkapkan Universitas Prasetiya Mulya melakukan pengadaan alat-alat musik tradisional seperti angklung dan seperangkat gamelan Jawa, dan merekrut tenaga pelatih seni dan budaya lulusan Institut Seni dan Budaya.
Baca juga: Cak Imin Instruksikan Kader dan Simpatisan PKB Pasang Gambar Pancasila di Rumah
"Upaya ini dilakukan untuk memperkuatan pengembangan kelompok-kelompok seni dan budaya yang sudah ada seperti kelompok tarian daerah, paduan suara dan grup musik," jelas Hassan.
Menurutnya, perlu formulasi baru terhadap agenda pendidikan kebangsaan ke arah pengembangan kurikulum dan metodologi pendidikan kebangsaan yang tepat bagi kaum milenial dan Gen Z.
"Sementara cara-cara indoktrinasi dinilai sudah usang, perlu dicari metoda baru dengan memanfaatkan teknologi digital seperti metaverse dalam penyampaian bahan ajar kebangsaan," kata Hassan.
Pelajaran sejarah Nusantara dan sejarah pergerakan kemerdekaan, dan konsensus fundamental para pendiri bangsa, menurutnya, merupakan elemen penting dalam pengembangan wawasan kebangsaan.
Serta pendidikan lapangan seperti tugas praktek masyarakat dan mahasiswa mengajar.