TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan General Manager (GM) Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk atau Antam (ANTM), Dodi Martimbang (DM), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kerja sama pengolahan anoda logam (dore kadar emas rendah) antara PT Antam dengan PT Loco Montrado (LM) tahun 2017.
"KPK melakukan penyelidikan dan menemukan bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka DM," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
KPK menduga perbuatan rasuah Dodi telah merugikan negara hingga Rp100,7 miliar.
Dalam rangka kepentingan penyidikan, tim penyidik menahan Dodi Martimbang untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 17 Januari 2023 sampai dengan 5 Februari 2023 di Rutan Polres Metro Jakarta Timur.
Konstruksi Perkara Rugikan Negara Rp100,7 Miliar
Pada tahun 2017, unit bisnis pengolahan dan pemurnian (UBPP) logam mulia PT Antam melaksanakan kerja sama berupa kontrak karya pemurnian anoda logam menjadi emas dengan beberapa perusahaan yang memiliki kualifikasi di bidang pemurnian anoda logam.
Saat kerja sama tersebut dilakukan, posisi jabatan Dodi Martimbang selaku General Manager UBPP logam mulia PT Antam.
Ketika kontrak karya akan dilaksanakan, Dodi diduga secara sepihak mengambil kebijakan untuk tidak menggunakan jasa dari perusahaan yang sebelumnya telah dilakukan penandatanganan kontrak karya tersebut dengan tidak didukung alasan yang mendesak.
"Tersangka DM kemudian diduga memilih langsung PT LM dengan direkturnya, Siman Bahar, untuk melakukan kerja sama pemurnian anoda logam tanpa terlebih dulu melapor pada pihak direksi PT AT Tbk," kata Alex, panggilan Alexander.
Selain itu, Dodi juga diduga tidak menggunakan kajian hasil site visit yang dibuat PT Antam.
Dimana antara lain menerangkan bahwa PT Loco Montrado tidak memiliki pengalaman maupun kemampuan teknis yang sama dengan PT Antam dalam pengolahan anoda logam dan juga tidak memiliki sertifikasi internasional yang dikeluarkan oleh asosiasi pedagang logam mulia yaitu London Bullion Market Assosciation (LBMA).
"Dalam isi perjanjian kerja sama antara PT AT Tbk dan PT LM, diduga terdapat beberapa isi point perjanjian yang sengaja disimpangi, antara lain terkait dengan besaran jumlah nilai pengiriman anoda logam maupun yang diterima tidak dicantumkan secara spesifik dalam kontrak dan tidak dilengkapi dengan kajian awal," ungkap Alex.
"Selanjutnya pencantuman tanggal kontrak dibuat secara backdate," imbuhnya.
KPK turut menduga Dodi kemudian menggunakan PT Loco Montrado untuk mengekspor anoda logam emas kadar rendah padahal sesuai dengan ketentuan tindakan tersebut dilarang untuk dilakukan ekspor.
Ketika dilakukan audit internal di PT Antam, ditemukan adanya kekurangan pengembalian emas dari PT Loco Montrado ke PT Antam.
KPK menyebut perbuatan Dodi diduga bertentangan, antara lain Peraturan Menteri BUMN tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik di BUMN, Keputusan Direksi PT Antam tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Pasokan.
"Akibat perbuatan tersangka DM sebagaimana penghitungan BPK RI diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah Rp100, 7 miliar," jelas Alex.
Atas perbuatannya, Dodi Martimbang disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.(*)