News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Perbandingan Tuntutan Jaksa untuk 6 Eks Anak Buah Ferdy Sambo, Peraih Adhi Makayasa Paling Ringan

Penulis: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tersangka kasus obstruction of justice pada kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Hendra Kurniawan (rompi merah, kiri) dan Agus Nurpatria (rompi merah, kanan). Berikut tuntutan jaksa untuk enam terdakwa kasus perintangan penyidikan kematian Brigadir J.

Tuntutan 6 Eks Anak Buah Ferdy Sambo, Berikut Peran dan Pertimbangan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Enam mantan anak buah eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo selesai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selata, Jumat (27/1/2023).

Dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J ada tiga klaster terdakwa.

Klaster pertama adalah pleger (pelaku) yang terdiri dari intellectual dader (pelaku intelektual) dan dader (pelaku tindak pidana).

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J ini Ferdy Sambo bertindak sebagai intellectual dader dan Richard Eliezer alias Bharada E sebagai dader.

Klaster kedua merupakan medepleger, yaitu orang yang turut serta melakukan tindak pidana.

Terdakwa yang masuk dalam klaster kedua ini di antaranya Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

Baca juga: Bacakan Replik Ferdy Sambo, JPU Sebut Pleidoi Pengacara Tidak Profesional, Minta agar Hakim Menolak

Klaster ketiga, para terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan.

Dalam kasus perintangan penyidikan ada enam eks anak buah Ferdy Sambo tersebut duduk menjadi terdakwa.

Keenam eks anak buah Ferdy Sambo yang duduk menjadi tedakwa di antaranya Mantan Karo Paminal Divropam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria; Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto; Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam, Baiquni Wibowo; dan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto.

Baca juga: Selingkuh atau Diperkosa, Mana yang Benar? Sambo-Putri Bela Diri tapi Jaksa Yakin Ada Perselingkuhan

Tuntutan untuk terdakwa obstruction of justice bervariatif.

Ada yang dituntut pidana penjara 3 tahun hingga pidana penjara satu tahun.

Berikut tuntutan jaksa terhadap enam eks anak buah Ferdy Sambo:

1. Tuntutan untuk Hendra Kurniawan

Jaksa menuntut eks Karopaminal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan dengan pidana penjara 3 tahun.

Dalam tuntutan Hendra Kurniawan dinilai sengaja membuat terganggunya sistem elektronik pada DVR CCTV di Duren Tiga, Jakarta Selatan atau lokasi rumah dinas Ferdy Sambo yang menjadi lokasi tewasnya Brigadir J.

"Kami penuntut umum dalam perkara ini demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan memperhatikan ketentuan undang-undang menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa Hendra Kurniawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah," kata jaksa di persidangan.

Terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Hendra Kurniawan menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023). 

Jaksa melanjutkan Hendra Kurniawan telah melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Baca juga: Soal Ketulusan Sambo Cs Minta Maaf ke Keluarga Brigadir J, Psikolog: Hanya Hati Mereka yang Tahu

"Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 49 junto pasal 33 undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP pidana sebagaimana dalam dakwaan ke-1 primer," kata jaksa.

Atas perbuatannya itu jaksa menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hendra Kurniawan dengan pidana penjara selama 3 tahun.

"Dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Hendra tunjangan sebesar 20 juta subsider tiga bulan kurungan," jelas jaksa.

Dalam tuntutannya jaksa menyampaikan hal yang memberatkan dan memberatkan hukuman bagi terdakwa Hendra Kurniawan.

"Hal-hal yang memberatkan terdakwa merupakan perwira tinggi polisi yang sudah berpengalaman puluhan tahun yang seharusnya lebih memahami dan mengetahui bagaimana tindakan seorang polisi terkait adanya peristiwa tindak pidana," kata jaksa di persidangan.

Jaksa melanjutkan terdakwa merupakan seorang Kepala Biro Paminal di Propam Polri yang seharusnya bertugas mengawasi dan menjaga agar perilaku anggota Polri berada pada jalur yang benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Jaksa Bacakan Replik Terkait Pleidoi Ferdy Sambo, Kuat Maruf dan Bripka RR Hari ini

"Bukan justru malah ikut dalam suatu tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata jaksa.

Kemudian jaksa menilai terdakwa tidak mengakui secara jujur perbuatannya di persidangan masih berkilah dengan mencari alibi yang tidak bisa dibuktikan di persidangan.

Adapun dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum juga menilai terdakwa Hendra Kurniawan dengan sengaja membuat terganggunya sistem elektronik pada DVR CCTV di Duren Tiga.

Adapun hal-hal yang meringakan di antaranya Hendra Kurniawan dinilai sebagai orang berprestasi saat berdinas di kepolisian.

"Hal-hal yang meringankan terdakwa telah bertugas di kepolisian sejak lama, mempunyai prestasi, hingga diangkat menjadi Kepala Biro Paminal," kata jaksa.

2. Tuntutan untuk Agus Nurpatria

Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria dituntut pidana penjara 3 tahun dalam kasus perintangan penyidikan atau obstraction of justice kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Jaksa menilai Agus telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran tindak pidana.

Agus dinilai terbukti telah memerintahkan saksi Irfan Widyanto untuk menghilangkan rekaman CCTV pos security di Kompleks Polri, Duren Tiga.

Selain itu, Agus juga terbukti memerintahkan saksi Irfan Widyanto untuk mengambil DVR CCTV di kediaman Ridwan Soplanit.

Agus Nurpatria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jum'at (27/1/2023) (Rahmat W. Nugraha)

"Menjatuhkan kepada Agus Nurpatria Adi Purnama dengan pidana selama tiga tahun penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," ucap Jaksa.

Selain pidana penjara, Agus Nurpatria juga dituntut membayar denda oleh JPU sebesar Rp 20 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus tersebut.

"Menjatuhkan pidana denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurungan," katanya.

Jaksa menilai bahwa Agus Nurpatria melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Jaksa pun mengungkapkan hal yang meringankan dan memberatkan hukuman bagi Agus Nurpatria.

Hal yang memberakan Agus Nurpatria di antataranya menurut jaksa Agus tidak sepantasnya melakukan perbuatan mengamankan CCTV atas kedudukannya sebagai pimpinan Polri.

"Tidak sepantasnya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kedudukannya dan kewajibannya yang seharusnya bertindak berlandaskan ketentuan UU dalam mengungkap peristiwa hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata Jaksa.

Jaksa menyebutkan perbuatan Agus Nurpatria yang meminta mengamankan CCTV juga tanpa adanya surat perintah yang sah.

Padahal, Agus mengetahui hal tersebut bertentangan dengan hukum.

"Perbuatan terdakwa telah meminta saksi Irfan Widyanto untuk mengamankan CCTV komplek Duren Tiga 46 tanpa adanya surat perintah yang sah tanpa mengetahui secara pasti tindakan hukum harus melalui surat perintah yang sah," jelasnya.

Tak hanya itu, Jaksa menuturkan bahwa hal yang memberatkan lainnya adalah tindakan terdakwa Agus Nurpatria telah mencoreng institusi Polri.

"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri," katanya.

Kemudian untuk hal yang meringankan hukuman Agus Nurpatria adalah berperilaku sopan hingga pengabdiannya sebagai anggota Polri.

"Hal yang meringankan terdakwa telah mengabdi sebagai polisi selama 20 tahun lebih. Selama melaksanakan tugas sebagai polisi, terdakwa tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Terdakwa bersikap sopan di persidangan," katanya.

3. Tuntutan untuk Arif Rachman Arifin

Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin dituntut pidana penjara satu tahun atas kasus perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J.

Jaksa menilai Arif Rachman telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran tindak pidana berupa merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Kompleks Polri, Duren Tiga.

"Menjatuhkan kepada Arif Rachman Arifin dengan pidana selama satu tahun penjara dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah terdakwa jalani," kata jaksa.

Tak hanya itu, JPU jug menyatakan bahwa Arif Rachman juga dituntut membayar denda sebesar Rp10 juta.

Jaksa Penuntut Umum menilai bahwa terdakwa kasus perintangan penyidikan Arif Rachman dengan sengaja mengambil dan mengganti DVR CCTV di Duren Tiga. (Ist)

"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp10 juta subsider 3 bulan kurungan," tukasnya.

Dalam kasus ini, Arif Rachman disebut telah terbukti secara sah meyakinkan melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Jaksa menilai Arif Rachman Arifin merusak salinan data rekaman CCTV yang menunjukkan Brigadir J masih hidup.

Adapun rekaman tersebut diambil di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam rekaman CCTV itu, terlihat bahwa Yosua masih hidup ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Duren Tiga.

"Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa yaitu meminta saksi Baiquni agar file rekaman terkait Nopriansyah Yosua Hutabarat masih hidup dan dengan berjalan masuk ke rumah dinas saksi Ferdy Sambo nomor 46 agar dihapus selanjutnya dirusak atau dipatahkan laptop tersebut yang ada salinan rekaman kejadian tindak pidana sehingga tidak bisa bekerja atau berfungsi lagi," kata jaksa.

Jaksa menyatakan bahwa Arif Rachman Arifin tahu bahwa rekaman CCTV itu berkaitan dengan terbunuhnya Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.

Padahal, rekaman itu bisa mengungkap tabir dari pembunuhan Brigadir J.

"Terdakwa tahu betul bukti sistem elektronik yang ada kaitannya terbunuhnya korban Yosua tersebut sangat berguna untuk mengungkap tabir tindak pidana yang terjadi yang seharusnya terdakwa melakukan tindakan mengamankannya untuk diserahkan kepada yang punya kewenangan yaitu penyidik," jelas jaksa.

Lebih lanjut, JPU menyampaikan Arif Rachman juga telah melanggar prosedur dalam pengamanan barang bukti.

Sebab, pengamanan CCTV yang dilakukan Arif tidak disertai dengan surat perintah yang sah.

"Tindakan terdakwa telah melanggar prosedur pengamanan bukti sistem elektronik terkait kejahatan tindak pidana dimana di dalam perbuatan tersebut tidak didukung surat perintah yang sah," katanya.

Untuk hal yang meringankan, jaksa menilai terdakwa Arif Rachman Arifin masih muda dan bisa memperbaiki dirinya.

"Hal meringankan terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki dirinya," kata jaksa.

JPU mengungkapkan terdakwa Arif Rachman juga terus terang dan menyesali perbuatannya di persidangan.

"Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, Terdakwa menyesali perbuatannya," kata Jaksa.

4. Tuntutan untuk Chuck Putranto

Mantan staf pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto dituntut pidana penjara dua tahun terkait obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.

Tak hanya itu, Chuck Putranto juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta.

"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.

Dalam tuntutannya, JPU meyakini Chuck Putranto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

JPU pun menyimpulkan bahwa Chuck Putranto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Chuck Putranto menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut terdakwa Chuck Putranto dengan hukuman 2 tahun penjara serta denda Rp 10 juta. Chuck Putranto dinilai JPU terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat. TRIBUNNEWS/JEPRIMA (TRIBUNNEWS/JEPRIMA)

"Terdakwa Chuck Putranto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mengakibatkan sistem elektronik tidak berjalan sebagaimana mestinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP," katanya.

Karena itu, JPU meminta agar Majelis Hakim menyatakan Chuck Putranto bersalah dalam putusan nanti.

"Menuntut agar supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili, memutuskan menyatakan terdakwa Chuck Putranto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa.

Terdakwa obstructon of justice atau perintanan penyidkan kasus kematian Brigadir J, Chuck Putranto telah dituntut dua tahun penjara oleh jaksa penunutut umum (JPU).

Jaksa pun mengungkap pertimbangan yang memberatkan dan meringankan tuntutan untuk Chuck Putranto.

Hal yang memberatkan, Chuck Putranto dianggap telah turut serta dalam merintangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.

Perintangan itu dilakukannya dengan mengambil dan menyimpan DVR CCTV di kompleks Duren Tiga.

"Terdakwa menyadari betul bahwa tindakannya turut serta dan tanpa izin mengganti, mengambil, dan menyimpan DVR CCTV di pos security yang berlokasi di Kompleks Polri Duren Tiga berdasarkan atas perintah yang tidak sah," kata jaksa.

Kemudian jaksa juga mempertimbangkan posisi Chuck Putranto sebagai perwira polisi semestinya mencegah tindakan Irfan Widyanto mengambl DVR CCTV.

Namun Chuck justru melakukan tindakan sebaliknya.

"Bukan malah turut serta dalam melakukan tindakan mengambil, mengganti dan menyimpan DVR CCTV tersebut kedalam mobil Inova milik terdakwa," ujar jaksa.

Kemudian perbuatan Chuck yang menyerahkan DVR CCTV kepada Baiquni Wibowo juga menjadi pertimbangan memberatkan dalam tuntutannya.

"Bahwa tindakan terdakwa yang turut serta mengambil dan menyimpan DVR CCTV Perumahan Polri Duren Tiga Jakarta Selatan untuk selanjutnya menyerahkan kepada saksi Baiquni Wibowo megakibatkan terganggunya sistem elektronik," katanya.

Untuk hal meringankan, Jaksa menilai Chuck Putranto masih muda dan diharapkan dapat mengubah perilakunya.

"Terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki perilakunya di kemudian hari," kata jaksa.

Selain itu, Chuck pun bersikap sopan dalam proses persidangan.

"Terdakwa bersikap sopan dalam memberikan kesaksian dalam persidangan," ucapnya.

Hal yang meringankan lainnya, Chuck Putranto disebut belum pernah terlibat persoalan hukum sebelumnya.

"Terdakwa belum pernah dihukum," kata jaksa.

5. Tuntutan untuk Baiquni Wibowo

Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri, Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara terkait obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua tahun penjara," ujar jaksa.

Tak hanya itu, Baiquni Wbowo juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.

"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.

Dalam tuntutannya, jaksa meyakini Baiquni Wibowo bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Jaksa pun menyimpulkan bahwa Baiquni Wibowo terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Baiquni Wibowo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (19/10/2022). 

"Terdakwa Baiquni Wibowo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP," katanya.

Jaksa mengungkap beberapa poin yang memberatkan dan meringankan Baiquni Wibowo.

Hal yang memberatkan, Baiquni Wibowo dianggap telah mengikuti perintah atasannya yang dianggap tidak sah secara hukum.

"Terdakwa Baiquni Wibowo melakukan perbuatannya berdasarkan atas perintah tidak sah, menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan," kata jaksa.

Tak hanya itu, pertimbangan memberatkan lainnya bagi Baiquni Wibowo, yaitu menyalin dan menghapus dokumen elektronik dalam DVR CCTV di sekitar rumah Ferdy Sambo.

Baiquni juga dianggap telah mengakses DVR CCTV secara ilegal.

"Perbuatan terdakwa mengakses barang bukti DVR CCTV terkait peristiwa pidana secara ilegal dan tidak sesuai prosedur digital forensik, telah mengakibatkan rusaknya sistem elektronik DVR CCTV terkait peristiwa pidana," kata jaksa.

Kemudian untuk yang meringankannya, Baiquni dianggap jujur dalam menyampaikan keterangan di persidangan.

"Terdakwa telah berterus terang serta mengetahui perbuatannya sehingga mempelancar proses persidangan," ujar jaksa.

Kemudian Baiquni Wibowo juga belum pernah dipidana sebelumnya.

Selain itu, posisi Baiquni sebagai tulang punggung keluarga.

"Terdakwa adalah tulang punggung keluarga dan memilik anak yang masih kecil," kata jaksa.

6. Tuntutan untuk Irfan Widyanto

Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, Irfan Widyanto dituntut satu tahun penjara dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama satu tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.

Tak hanya itu, Irfan juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.

"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.

Terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (19/10/2022). 

Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irfan Widyanto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

JPU pun menyimpulkan bahwa Irfan Widyanto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta dan dengan sengaja tanpa hak melalukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primair," katanya.

Jaksa mengungkap hal yang memberatkan untuk Irfan Widyanto.

Irfan dinilai tak memberi contoh baik terhadap penyidik lainnya terkait pengungkapan kasus kematian Brigadir J.

Pasalnya Irfan sebelum terlibat obstruction of justice kematian Brigadir J berstatus sebagai penyidik aktif di Direktorat Tindak Pidana Umun Bareskrim Polri.

"Namun terdakwa malah turut serta dalam perbuatan yang menyalahi peraturan perundang-undangan," kata Jaksa Penuntut Umum.

Selain itu, Jaksa menilai Irfan Widyanto telah mengakibatkan terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Tak hanya, itu keputusan tuntutan tersebut juga dijatuhkan karena Irfan Widyanto yang merupakan perwira di kepolisian seharusnya memiliki pengetahuan lebih ketimbang anggota lainnya.

"Terutama dalam tugas dan kewenangan dalam kegiatan penyidikan dan tindakan terhadap barang-barang yang berhubung dengan tindak pidana," jelasnya.

Untuk hal meringankan, Irfan Widyanto dinilai pernah menyabet penghargaan Adhi Makayasa atau lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) terbaik pada tahun 2010 silam.

"Terdakwa pernah mengabdi kepada negara dan lernah berprestasi sebagai penerima penghargaan Adhi Makayasa atau lulusan Akpol terbaik pada tahun 2010," ucap Jaksa.

Atas raihan itu, Jaksa menyebut Irfan diharapkan bisa mengubah sikap dan perilakunya dikemudian hari setelah terlibat obstruction of justice kematian Brigadir J ini.

"Sehingga dapat mengubah perilakunya di kemudian hari," jelasnya.

Tak hanya itu, Jaksa juga menilai Irfan selaku terdakwa dianggap bersikap sopan selama masa persidangan.

"Dan terdakwa masih muda serta mempunyai tanggung jawab," kata jaksa.

Sekadar informasi, kasus pembunuhan Brigadir J berwal dari peristiwa Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022.

Saat itu Putri Candrawathi mengaku mengalami tindak pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J.

Peristiwa tersebut pun diadukan Putri Candrawathi kepada Ferdy Sambo.

Mendengar pengakuan Putri, Ferdy Sambo pun marah hingga akhirnya melakukan perencanaan pembunuhan dengan memanggil Bripka Ricky Rizal di rumah jalan Saguling, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Karena Ricky Rizal tak mengaku tak berani menembak Brigadir J, akhirnya Ferdy Sambo memanggil Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.

Setelah itu, Brigadir J bersama rombongan dari Magelang berangkat ke rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Di rumah tersebut lah Brigadir J dieksekusi dengan cara ditembak oleh Bharada E.

Setelah Brigadir J tewas, Ferdy Sambo pun melakukan rekayasa kejadian dengan memanfaatkan anak buahnya di Propam Polri dan Bareskrim.

Hingga akhirnya kasus terungkap setelah Bharada E berbicara jujur soal kasus tersebut.

Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo dituntut dengan hukuman penjara seumur hidup.

Kemudian Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dituntut penjara 12 tahun.

Tuntutan terhadap keduanya diketahui lebih tinggi dari tiga terdakwa yang lain, yaitu Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf yang hanya dituntut 8 tahun penjara.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada dituntut melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para tersangka perintangan penyidikan dituntut melanggar pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Tribunnews.com/ Igman/ Fahmi Ramadhan/ Rahmat Nugraha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini