TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama eks Ketua PBNU Said Aqil Siroj muncul dalam persidangan kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila).
Hal itu berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) Mualimin yang diungkap pada persidangan di PN Tanjung Karang, Bandar Lampung, Kamis (26/1/2023).
Dituliskan dalam kesaksian Mualimin, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan keterangan saksi berdasarkan alat bukti amplop bertulis SAS.
Mualimin selaku saksi menjelaskan bahwa itu adalah ifaq untuk ceramah Said Aqil yang diundang oleh pihak penyelenggara dalam mengisi acara universitas.
Ketika jaksa mencecar kesaksian Muallimin: “Apakah Kiai Said tahu, dari mana aliran uang tersebut?” Mualimin menegaskan bahwa Kiai Said tidak tahu menahu dari mana aliran dana tersebut.
Sekretaris Eksekutif Said Aqil Siroj Institute, Abi Rekso, menyatakan bahwa berita yang beredar telah merusak nama baik Said Aqil.
Dirinya menegaskan jika ditinjau dari aspek kesaksian persidangan, sangat jelas bahwa Kiai Said adalah subjek korban dalam praktik korupsi Unila.
“Kiai Said adalah subjek korban, karena beliau (SAS) sama sekali tidak tahu menahu terkait aliran tersebut. Jika orang datang ceramah kemudian diberikan bisyaroh (pengganti transport) itu biasa. Tidak ada bisyaroh pun, juga biasa. Jadi harus dipahami bahwa motif kehadiran Kiai Said bukan karena amplop, namun karena permintaan untuk berdakwah,” kata Abi Rekso lewat keterangan tertulis, Jumat (27/1/2023).
Abi Rekso juga ingin menyampaikan kepada publik, bahwa hasil kesaksian Mualimin adalah keterangan alat bukti persidangan, bukan hasil temuan baru persidangan.
Jika membaca hasil berita acara persidangan, JPU tidak fokus pada map bertuliskan SAS.
Artinya, bisa disimpulkan bahwa Said Aqil murni subjek korban.
Baca juga: Mantan Rektor Unila Perintahkan Dosen Kontrak Ambil Sejumlah Uang dari Penitip: Kodenya Infak
“Pemberitaan ini murni framing media, kita bisa pahami itu. Pegangan publik ada pada hasil persidangan. Jika bicara asas keadilan baik Kiai SAS atau pun SAS Institute juga dirugikan dengan adanya pemberitaan negatif. Ya namanya juga era keterbukaan informasi, yang penting tetap ada ruang dialog,” ujar Abi Rekso.