News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Bacakan Replik Putri Candrawathi, JPU Sebut Pelecehan Seksual Hanya Khayalan, Bagian dari Skenario

Penulis: Rifqah
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

JPU menyebut bahwa pelecehan seksual diceritakan oleh Putri Candrawathi hanya khayalan dan bagian dari skenario untuk tutupi peristiwa yang sebenarnya.

TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, pelecehan atau kekerasan seksual yang diceritakan oleh terdakwa pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J), Putri Candrawathi hanya khayalan dan bagian dari skenario untuk menutupi peristiwa yang sebenarnya terjadi.

Hal tersebut terungkap ketika JPU membacakan replik nota pembelaan terdakwa terdakwa Putri Candrawathi yang dilaksanakan hari ini, Senin (30/1/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Sebelumnya, JPU mengungkapkan bahwa pengacara Putri Candrawathi dinilai tidak profesional dalam menyatakan istri Ferdy Sambo itu merupakan korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J.

JPU menyebut bahwa dalil penasihat hukum Putri Candrawathi tidak didukung oleh alat bukti di persidangan.

"Dalil kekerasan seksual atau pemerkosaan bukan peristiwa yang benar terjadi."

"Dalil-dalil kekerasan seksual atau pemerkosaan hanyalah khayalan tim penasihat hukum yang berkolaborasi dengan terdakwa Putri Candrawathi dengan tujuan agar Putri Candrawathi bisa dibebaskan dari perbuatan pembunuhan berencana ini," ucap JPU, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Senin (30/1/2023).

Baca juga: Bantah Pembelaan Putri Candrawathi, Jaksa: Siapa di Sini yang Sebenarnya Berasumsi?

Hal tersebut, lanjut jaksa, menjadi petunjuk kuat peristiwa kekerasan seksual atau pemerkosaan merupakan bagian dari skenario yang dibuat oleh Putri Candrawathi untuk menutupi peristiwa yang sebenarnya terjadi.

JPU menegaskan kepada pengacara terdakwa Putri Candrawathi, penuntut umum sudah menuntut Putri bersama dengan terdakwa lainnya melakukan pembunuhan berencana yang mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia.

"Melanggar Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum."

Oleh karena itu, JPU meminta agar dalil-dalil yang disebutkan pengacara Putri Candrawathi dikesampingkan.

"Bukan tindak pidana pelecehan seksual sebagaimana yang dimaksud oleh tim penasihat hukum terdakwa Putri Candrawathi, sehingga dalilnya harus dikesampingkan," ungkap JPU.

Tim Penasihat Hukum Putri Candrawathi Dianggap Keliru

Sidang Replik terdakwa Putri Candrawathi. JPU menyebut bahwa pelecehan seksual diceritakan oleh Putri Candrawathi hanya khayalan dan bagian dari skenario untuk tutupi peristiwa yang sebenarnya.

Jaksa juga mengatakan, tim penasihat hukum Putri Candrawathi menampikkan fakta persidangan terkait Putri yang menelepon Ferdy Sambo.

Putri Candrawathi kemudian menyampaikan kepada Ferdy Sambo mengenai perbuatan Brigadir J.

"Atas penyampaian tersebut, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mempunyai kehendak yang sama dan rencana untuk memberi pelajaran dan meminta pertanggung jawaban kepada korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat."

"Sehingga saudara Ferdy Sambo tidak menggunakan logikanya, sehingga korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat direncanakan untuk dibunuh, bahkan bekerja sama dengan terdakwa Putri Candrawathi, saksi Kuat Maruf, saksi Ricky Rizal, dan saksi Richard Eliezer."

"Artinya peristiwa pembunuhan berencana tersebut dikehendaki oleh terdakwa Putri Candrawathi, hal tersebut sudah tidak terbantahkan lagi," tegas JPU.

Namun, kata JPU, tim penasihat hukum Putri Candrawathi hanya berusaha mengalihkan hal tersebut untuk mengaburkan peristiwa yang sudah terang benderang terungkap di depan persidangan.

Baca juga: Putri Candrawathi dan Richard Eliezer Jalani Sidang Replik Kasus Pembunuhan Brigadir J Hari Ini

Putri Candrawathi Dituntut 8 Tahun Penjara

Putri Candrawathi - Dalam pleidoinya, Putri Candrawathi mengungkap momen dirinya marah kepada Ferdy Sambo usai peristiwa pembunuhan Brigadir J. JPU menyebut bahwa pelecehan seksual diceritakan oleh Putri Candrawathi hanya khayalan dan bagian dari skenario untuk tutupi peristiwa yang sebenarnya. (Kolase Tribunnews)

Sebelumnya, dalam perkara pembunuhan Brigadir J, JPU meminta agar Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan terdakwa Putri bersalah melakukan tindak pidana turut serta dalam melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.

Sebagaimana diatur dalam pidana dakwaan primer Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

JPU menuntut Putri Candrawathi delapan tahun penjara dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

"Menjatuhkan pidana terhadap Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama delapan tahun," ucap JPU di PN Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023) lalu.

Baca juga: Minta Jaksa Copot Garis Polisi di Rumah Dinas Sambo, Kubu Putri Candrawathi: Ada Beras di Dapur

Sebagai informasi, Brigadir J tewas ditembak pada 8 Juli 2022 lalu dalam pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo.

Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Penembakan ini dilakukan lantaran Brigadir J diduga telah melecehkan Putri Candrawathi.

Karena hal tersebut, Ferdy Sambo merasa marah dan menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.

Lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J (dari kiri ke kanan) Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, Bripka Ricky Rizal dan Bharada Richard Eliezer aliasa Bharada E. JPU menyebut bahwa pelecehan seksual diceritakan oleh Putri Candrawathi hanya khayalan dan bagian dari skenario untuk tutupi peristiwa yang sebenarnya. (Kloase Tribunnews.com)

Dalam kasus ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal (Bripka RR), Kuat Ma'ruf, dan Richard Eliezer (Bharada E).

Kelima terdakwa tersebut didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tambahan hukuman untuk Ferdy Sambo juga dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama dengan Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rachman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa tersebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Kompleks Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar pasal 49 juncto pasal 33 subsidiar Pasal 48 ayat (1) j8uncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidiar Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

(Tribunnews.com/Rifqah)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini