News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PBNU Dukung Putusan MK soal Larangan Nikah Beda Agama

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf saat ditemui di Plaza PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2023).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) buka suara terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak melegalkan pernikahan beda agama.

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan pihaknya mendukung keputusan MK tersebut.

“Ya sampai saat ini posisi kita mematuhi peraturan hukum yang ada,” kata Gus Yahya, sapaan akrab Yahya Cholil Staquf, saat ditemui di Plaza PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2023).

Baca juga: MK Tolak Sahkan Nikah Beda Agama, MUI: Keputusan yang Menggembirakan, Masyarakat Hidup Tenang

Hal ini pun senada dengan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengapresiasi keputusan MK tersebut.

Terkait sikap MUI itu, Gus Yahya mengatakan bahwa PBNU punya pandangan serupa bahwa berdasarkan ketentuan fiqih Islam, memang pernikahan beda agama tidak dibenarkan dalam agama.

“Kalau dari sudut pandang fikih yang sampai sekarang masih dipegang di lingkungan NU, ya memang tidak diperbolehkan,” katanya.

“Kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu misalnya kalau dari pihak laki-laki muslim dan pihak perempuan dari Alkitab, itu fikih resmi,” lanjut dia.

Di sisi lain, Gus Yahya menilai bahwa MK telah mengambil keputusan berdasarkan referensi kosntitusional.

Sehingga keputusan tersebut tentunya dapat dikaji lebih jauh.

Meskipun demikian, Gus Yahya, mengakui belum mengetahui lebih jauh terkait putusan MK menolak legalkan pernkahan beda agama ini.

Kendati demikian, ia menilai bahwa putusan MK ini memiliki landasan hukum, serta aturan terkait perkawinan yang diatur oleh negara dalam hal administrasi pernikahan sehingga perlu aturan yang mengatur atas ketentuan tersebut.

“Maka pertimbangannya harus terkait hukum positif yang ada di Indonesia ini seperti apa, konstitusinya seperti apa itu aja,” tuturnya.

Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah memutuskan menolak secara keseuruhan uji materi mengenai pernikahan beda agama dalam UU Perkawinan pada Selasa (31/1/2023).

Adapun Uji materi atau judicial review tersebut dilakukan kepada Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).

“Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan seterusnya, amar putusan mengnadili menolak permohonan untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman diiringi ketukan palu mengesahkan.

Ia mengatakan bahwa Mahkamah telah memberikan sejumlah penilaian terhadap pasal yang diajukan oleh pemohon, sehingga MK dapat mengadili permohonan ini.

Selain itu, pemohon dalam perkara ini dinyatakan memiliki kedudukan hukum.

Namun pada penilaian ketiga, pokok permohonan dinyatakan tidak berlasan menurut hukum.

Adapun dalam putusan ini terdapat dua Hakim MK yang memiliki pandangan berbeda terkait Undang-Undang Perkawinan ini, di antaranya Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic PF.

Sikap MUI soal Pernikahan Beda Agama

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak secara keseluruhan uji materi mengenai pernikahan beda agama dalam UU Perkawinan.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Hukum dan HAM, Ihsan Abdullah menyampaikan sikap MUI terkait keputusan tersebut.

MUI, kata dia, berterima kasih atas putusan MK menolak uji materi terkait UU Perkawinan ini.

Menurutnya, dengan keputusan ini, maka MK tetap menjadi penjaga konstitusi nasional seutuhnya.

“Sikap kami dari MUI, yang pertama adalah menyanpaikan terima kasih tentu kepada Mahkamah Konstitusi yang pada hari ini tetap menjadi the guardian of constitution, atau penjaga konstitusi,” kata Ihsan Abdullah selepas sidang Putusan di MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).

Khatib Surya PBNU ini menambahkan keputusan MK ini sekaligus menunjukkan bahwa MK merupakan penafsir tunggal dari Undang-Undang.

MUI, lanjut dia, memberi perhatian khusus terkait uji materi UU Perkawinan yang pada hari ini diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dengan ditolaknya uji materi terhadap Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), maka hal ini sekaligus memperkuat kedudukan aturan tersebut.

“Dan untuk itu kami menghaturkan terima kasih pada MK sekaligus kepada umat Islam, tentu ini pesannya bahwa kalau menikah ya harus sesuai dengan ketentuan UU yaitu UU No. 1 tahun 1974,” ucap Ihsan.

Lebih jauh Staf Wakil Presiden ini mengatakan bahwa dalam prosesnya, keputusan ini telah melalui permintaan keterangan dan kesaksian dari perwakilan keagamaan di Indonesia.

Di antaranya ialah agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha hingga Konghucu.

Kesaksian itu nenyebutkan bahwa sejatinya memang pernikahan merupakan otoritas dari lemabaga keagamaan.

Sehingga, Ihsan menilai keputusan Mahkamah Konstitusi menolak uji materi terkait UU Perkawinan sudah tepat.

“Sangat tepat dan itu sesuai dengan MK sebagai penjaga konstitusi,” tuturnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini