TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak yang mengakui kemajuan ekonomi Tiongkok atau China, tapi jarang yang memikirkan sistem apa yang membuat Negeri Tirai Bambu itu bisa maju.
Ternyata, Indonesia pun punya pemikiran yang sebetulnya mirip dengan Tiongkok yang dari jauh hari sudah dicanangkan Soekarno atau Bung Karno.
"Apa penyebab Tiongkok itu maju? Sistem politiknya. Saya lihat sistem politik yang diterapkan Tiongkok ini mirip dengan apa yang dicanangkan Bung Karno, berupa konsep Trisakti, berdaulat dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi, berkepribadian dalam kebudayaan," ujar Penulis Buku 'Ada Apa dengan China', Novi Basuki di acara Perayaan Cap Go Meh yang digelar DPC Tanura Merah Putih (TMP) Jakarta Utara, Minggu (5/2/2023).
Novi yang menuntaskan kuliahnya dari Sarjana hingga Doktor di Tiongkok itu pun menjelaskan, berdaulat dalam politik, di Tiongkok, tidak mau meniru seutuhnya atau copy paste sistem yang paling baik di dunia, demokrasi misalnya.
"Dia memang menyerap unsur-unsur yang baik dalam demokrasi berupa kompetisi dalam partainya tapi kepentingan-kepentingan yang berbeda tidak perlu membuat partai politik yang baru untuk berlaga di Pemilu, cukup satu partai yang di dalamnya berbagai kepentingan dimusyawarahkan. Kita punya Pancasila yang di dalamnya merupakan musyawarah dan mufakat," ujarnya.
Baca juga: Jelaskan Soal Pemikiran Trisakti Bung Karno, Wawancara Dubes Zuhairi Misrawi Viral di Tunisia
Sementara di bidang ekonomi, di Tiongkok, kata Novi Basuki, tidak mau meniru sistem ekonomi barat berupa kapitalisme.
"Dia (Tiongkok) memang mencontoh dan menyerap unsur positif dari kapitalisme, tapi dia tidak mau meniru seutuhnya kapitalisme," kata dia.
Pun soal kepribadian dalam kebudayaan.
Budaya barat masuk ke Tiongkok tapi disaring dengan budaya lokal apakah sesuai atau tidak.
Baca juga: Sekjen PDIP: Kota Bandung Jadi Tempat Kontemplasi Ideologis Terpenting Bagi Bung Karno
"Dan konsep seperti ini yang mirip dengan konsep Trisaktinya Bung Karno, yang menjadikan Tiongkok maju seperi sekarang. Pertanyaannya, apakah kita mau menghidupkan kembali Trisakti atau tidak? Tugas kita bersama," tuturnya.
Sekretaris DPC Taruna Merah Putih Jakarta Utara Niko Atmaja, sekaligus ketua panitia Perayaan Cap Go Meh, mengatakan tema yang diusung dalam acara tersebut adalah 'Persatuan Indonesia untuk Indonesia Raya dengan Jiwa Gotong Royong Penuh Harapan'.
"Mudah-mudahan harapan kami dari PDI Perjungan juga dari Taruna Merah Putih, bapak ibu bisa bergotong-royong bersama kami membangun Indonesia lebih baik," ujarnya.
Menyambung apa yang disampaikan Novi Basuki, Niko mengutip apa yang juga pernah disampaikan Bung Karno:
"Kalau jadi Hindu jangan jadi orang India, kalau jadi Islam jangan jadi orang Arab, kalau jadi Kristen jangan jadi orang Yahudi.
Tetaplah jadi orang Indonesia dengan adat budaya Nusantara yang kaya raya ini."
"Itu mengingatkan saya juga, bahwa kita menjadi etnis Tionghoa tidak perlu menjadi orang Tiongkok, tapi tetap menjadi etnis Tionghoa Indonesia, untuk gotong royong bersama memajukan negara ini," kata Niko.
Sementara, Ketua DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Ady Widjaja yang turut hadir dalam Perayaan Cap Go Meh tersebut, menyampaikan sejarah singkat tentang Imlek, yang menurutnya, hingga saat ini masih banyak masyarakat belum memahaminya.
"Banyak saudara kita yang tidak mengerti artinya Imlek, selalu dikaitkan dengan agama. Pdahal kita tahu, Imlek ini tidak ada kaitannya dengan agama. Imlek ini pada zaman dulu, rakyat Tiongkok merayakan hari pertama musim semi. Nah, hari pertama, tahun ini jatuh pada 22 Januari mualai musim semi. Di sana (Tiongkok) itu udah enggak ada musim dingin lagi. Es mulai lumer, pohon mulai tumbuh, maka dirayakanlah," ujarnya.
Ady mengatakan, di Tiongkok, semua agama hingga 56 suku yang ada merayakannya dengan kulturnya masing-masing.
"Mungkin banyak dari saudara-saudara kita, bahkan yang Tionghoa juga tidak mengerti, karena mohon maaf, kita sudah mengalami diskriminasi yang panjang, sehingga banyak saudara kita tidak mengerti. Semua sejarah dihapus, diputarbalikkan," katanya.