News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jaksa Ajukan PK Tandingan, Notaris Gugat UU Kejaksaan ke MK

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Notaris Hartono saat mengajukan uji materi UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK) didampingi Kuasa Hukumnya, Kamis (23/2/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak begitulah kira-kira nasib Hartono. Sang notaris ini seharusnya bisa menghirup udara bebas tetapi gara-gara jaksa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) tandingan jadi batal.

Padahal Hartono sudah dinyatakan bebas murni dan dipulihkan martabatnya oleh Majelis Hakim Peninjauan Kembali (PK) yang diketuai Suhadi dengan anggota Eddy Army dan Soesilo.

Hartono kemudian tidak tinggal diam ia kemudian mengajukan uji materi Undang-undang Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurutnya kewenangan jaksa yang bisa mengajukan PK tandingan bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 28D ayat (1) yang berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum" dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan 33/PUU-XIV/2016.

Hartono mengajukan judicial review Pasal 30 C huruf h UU Kejaksaan yang berbunyi: "Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30 B Kejaksaan mengajukan Peninjauan Kembali (PK)"

"Dalam bahasa kasarnya, UU ini melawan putusan Mahkamah Konstitusi," kata Kuasa Hukum Hartono, M Sholeh saat uji materi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (23/02/2023).

Menurut M Sholeh, MK sudah pernah melarang jaksa mengajukan PK dalam putusan MK tahun 2016.

Namun dalam UU Kejaksaan, kewenangan itu dihidupkan lagi. Kuasa Hukum Hartono lainnya, Singgih Tomi Gumilang menjelaskan awal kasus bermula ketika terjadi jual beli saham kepemilikan perusahaan yang bergerak dalam bidang wisata di Gianyar pada tahun 2015. Hartono mengesahkan jual beli tersebut.

Namun setelah itu terjadi sengketa antara penjual dan pembeli. Kejaksaan kemudian menyeret Hartono ke meja hijau.

Notaris kelahiran 1963 tersebut kemudian divonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Gianyar pada 13 November 2019 karena diduga memalsukan surat terkait jual beli.

Ia kemudian banding, dan oleh Pengadilan Tinggi(PT) Denpasar, Hartono divonis bebas pada 21 Januari 2022.

Jaksa tidak terima kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Nasib kemudian berbalik, Hartono divonis majelis hakim kasasi yang dipimpin Sofyan Sitompul selama 4 tahun penjara.

Hartono ogah mengangkat bendera putih tanda menyerah, lalu ia pun mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Tanggal 15 September 2021 ia divonis bebas oleh majelis hakim PK.

Jaksa yang mengetahui hal tersebut tidak tinggal diam lalu mengajukan PK tandingan.

"PK-nya sudah didaftarkan ke PN Gianyar," kata Singgih.

Baca juga: Apa Bedanya Bebas Bersyarat dengan Bebas Murni?

Singgih kemudian berpendapat Peninjauan Kembali (PK) pada prinsipnya merupakan upaya hukum luar biasa (extraordinary remedy) terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Upaya hukum PK bertujuan untuk memberikan keadilan hukum, dan bisa diajukan oleh pihak yang berperkara baik untuk perkara pidana maupun perkara perdata. PK merupakan hak Terpidana selama menjalani masa pidana.

“Dalam KUHAP, khususnya Pasal 263 ayat (1) secara limitatif tidak menyebutkan Jaksa Penuntut Umum, maka hal itu berarti bahwa Jaksa/Penuntut Umum DILARANG mengajukan permohonan Peninjauan Kembali,” kata Singgih.

Sementara itu dalam sidang di Mahkamah Konstitusi(MK) Hakim Konstitusi, Arief Hidayat meminta Hartono dan kuasa hukumnya agar menambah argumentasi permohonan. Salah satunya membandingkan dengan putusan MK sebelumnya atau dengan negara lain.

"Apa hal yang sangat urgen sudah diputuskan dari yang lalu sehingga MK diberikan pemahaman, ini lho, di negara lain pun jaksa tidak boleh, yang boleh ya hak terpidana karena itu hak asasi apabila ditemukan novum. Nah itu yg bisa diuraikan kembali," ujar Arief Hidayat.

"Kalau dari sisi yang lain-lain, permohonan ini sudah baik," tambah Arief Hidayat

Hakim Konstitusi, Manahan Sitompul juga mengatakan hal yang sama kepada Hartono.

Ia meminta Hartono menajamkan alasannya untuk menggugat UU Kejaksaan terkait PK tandingan tersebut.

"Dalam norma penjelasan yang diuji ini, ini ada buntutnya. Jaksa dapat melakukan PK apabila....masih banyak yang harus diluruskan dulu. Bagaimana PK itu? Apakah lepas boleh PK? Lepas sebetulnya nggak boleh PK. Malah di sini disebutkan seperti itu. Harus dicari intisari dari penjelasan itu," ujar Manahan.(Willy Widianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini