Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengatakan hakim yang memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menunda pemilu layak dipecat.
Sebab hakim tersebut ia sebut tidak profesional dan tidak mengerti hukum Pemilu.
Hal tersebut dikatakan Jimly dalam keterangannya yang diterima awak media, Kamis (2/3/2023).
“Hakimnya layak untuk dipecat karena tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu, serta tidak mampu membedakan urusan private, perdata, dengan urusan urusan publik,” katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pengadilan perdata harus membatasi diri hanya untuk masalah perdata saja.
Baca juga: Megawati Tanggapi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Soal Pemilu 2024 Ditunda, Ini Sikap PDIP
Pun sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda pemilu yang tegas merupakan kewenangan konstitusional KPU.
“Kalau ada sengketa tentang proses maka yang berwenang adalah Bawaslu dan PTUN, bukan pengadilan perdata,” tuturnya.
“Kalau ada sengketa tentang hasil pemilu maka yang berwenang adalah MK. Sebaiknya putusan PN ini diajukan banding dan bila perlu sampai kasasi. Kita tunggu sampai inkracht,” lanjut dia.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima.
Baca juga: Mantan Ketua MK Pertanyakan Kompetensi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Putuskan Pemilu Ditunda
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru saja menghukum KPU untuk menunda Pemilu dalam putusannya.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.
KPU akan Ajukan Banding
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI langsung merespon terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima.
Anggota KPU RI Idham Holik langsung tegas mengatakan akan mengajuka banding.
"KPU RI akan banding atas putusan PN tersebut ya. KPU RI tegas menolak putusan PN tersebut dan ajukan banding," kata Idham saat dihubungi awak media, Kamis (2/3/2023).
Dalam pertaturan penyelanggaraan pemilu, jelas Idham, khususnya pasal 431 sampai pasal 433, hanya ada dua istilah yaitu pemilu lanjutan dan pemilu susulan.
"Definisi pemilu lanjutan dan susulan, itu ada di pasal 431 sampai dengan pasal 433. KPU tegas banding," kata Idham.
Hal senada juga sudah lebih dulu dilontarkan lebih dulu oleh Ketua KPU RI Hasyim Asyari dalam pesan singkatnya.
"KPU akan upaya hukum banding," kata Hasyim.