TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT) sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Saat ini PP tersebut masih dalam proses diberita-negarakan untuk menjadi Peraturan Perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) sudah diminta untuk menyiapkan peraturan turunan, sehingga nanti setelah PP ini resmi berlaku, aturan teknis lewat Peraturan Menteri sudah siap.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Muhammad Zaini Hanafi saat menjadi narasumber dalam kegiatan Rapat Kerja Teknis Ditjen PSDKP mengatakan ada dua hal yang tidak bisa dipisahkan saat penerapan PIT.
"Pertama, bahwa kapal perikanan yang melakukan penangkapan ikan dan pendaratan ikan harus sesuai kuota dan zona penangkapan. Kedua, alat tangkap yang digunakan juga harus sesuai dengan izin zona yang diberikan," ujar Zaini di Hotel Le Meridien Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Untuk itu Zaini mengingatkan Petugas PSDKP perlu mewaspadai. Apalagi saat ini sistem perizinan yang diberikan berbasis online, sehingga mudah sekali dokumennya dipalsukan.
"Perlu diwaspadai, perizinan sekarang ini menggunakan sistem internet. Sehingga peluang untuk dipalsukan sangat mudah sekali. Oleh karenanya pengawas di lapangan perlu diperiksa lebih teliti," tegas Zaini.
Zaini kemudian mengingatkan kembali, bahwa dalam PIT ini prinsipnya, dimana zona ikan ditangkap, disitulah zona ikan harus didaratkan.
"Kalau ikannya ditangkap di zona 1 maka didaratkan di zona 1, ditangkap di zona 3 maka didaratkan ke zona 3. Untuk kapal pengangkut ikan, juga harus menyesuaikan dimana zona ikan itu ditangkap," terang Zaini.
Terkait e-logbook yakni pelaporan kegiatan perikanan dan operasional harian kapal penangkap ikan, Zaini mengatakan bisa dilakukan pemeriksaan dengan dua cara oleh Petugas PSDKP yakni di laut atau dilakukan saat pendaratan ikan.
"Mereka harus mengisi e-logbook saat masih di laut tidak boleh di darat. Kalau mereka tidak isi e-logbook maka hasil tangkapannya tidak boleh dibongkar," tegas Zaini lagi.
Zaini mengatakan biasanya modus nahkoda mengatakan buta huruf. Jadi tidak boleh lagi ada alasan buta huruf. Mereka punya ABK ada 20 orang, tidak mungkin tidak ada yang bisa baca tulis.
Baca juga: Ungkap Tersangka Pemalsuan Dokumen Surat Izin Penangkapan Ikan, KKP: Dalangnya Oknum Pegawai
"Biar saja ikannya busuk kalau tidak isi e-logbook. Kalau mereka tidak mau sesuai aturan, kita sita sajalah," pungkas Zaini.