Laporan Wartawan Tribunews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekerasan terhadap perempuan dalam ruang siber menjadi sorotan dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2023 Komnas Perempuan.
Sebab, sebagian pelakunya merupakan orang dekat korban.
"Hampir setengah pelakunya adalah orang yang sangat dikenal oleh korban, terutama pacar sama mantan pacar," ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani saat ditemui awak media di sela-sela acara Peluncuran Catahu Komnas Perempuan 2023 di Hotel Santika Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Selasa (7/3/2023).
Dari ribuan laporan kekerasan siber yang diterima Komnas Perempuan, modus yang paling sering digunakan yaitu sextortion atau pemerasan seks.
"Misalnya di awal diminta membuat konten sebagai cara untuk menunjukkan rasa kasih sayangnya, kemudian menjadi korban karna muatan tersebut tersebar tanpa keinginannya," kata Andy.
Sepanjang tahun 2022, data pengaduan Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG) di Komnas Perempuan memang lebih rendah 1.4 persen dibanding sebelumnya.
Namun angkanya masih mencapai ribuan, yaitu 1.697 aduan.
Sebanyak 869 di antaranya terjadi di ranah publik, kemudian 821 lainnya terjadi di ranah personal.
Di ranah publik, 383 kekerasan terhadap perempuan dalam ruang siber dilakukan oleh teman media sosial yang belum lama dikenal.
Kemudian di ranah personal, 549 kekerasan terhadap perempuan dalam ruang siber dilakukan oleh mantan pacar.
"Dan sebanyak 230 kekerasan dilakukan oleh pacar," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini dalam acara yang sama.
Temuan itu diungkap Theresia tak lepas dari rendahnya literasi digital penggna media sosial.
Minimnya perlindungan di dunia maya juga menambah kerentanan perempuan dalam berelasi di dunia maya.
Baca juga: Komnas Perempuan: 2.098 Wanita Alami Kekerasan Ranah Personal, Paling Banyak Dilakukan Bekas Pacar
Oleh sebab itu, Komnas Perempuan mendesak agar aturan pelaksana Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mengakomodir kekerasan di ruang siber segera diterbitkan.
"Serta melakukan revisi terhadap UU ITE yang masih mengkriminalisasi korban."