Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga (UNAIR), Henri Subiakto jadi saksi ahli dalam sidang uji materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terhadap UUD 1945, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (17/12/2024) .
Sidang ini menggabungkan dua perkara, yakni nomor 105/PUU-XXII/2024 dan 115/PUU-XXII/2024.
Dalam keterangannya, Henri menegaskan pentingnya peran negara dalam melindungi individu, kelompok, atau masyarakat dari hasutan dan ujaran kebencian.
Menurutnya, ujaran kebencian berpotensi menciptakan stereotip yang jika dibiarkan dapat merampas hak asasi manusia dan merugikan kehidupan, khususnya kelompok minoritas.
Terkait Pasal 27A UU ITE, Henri menjelaskan bahwa norma tersebut sudah jelas, yaitu hanya individu atau pihak yang disebut dalam ujaran yang berhak melapor, bukan badan hukum.
Sementara itu, frasa “suatu hal” dalam pasal yang sama diartikan sebagai perbuatan yang dituduhkan, bukan penilaian subjektif seseorang.
Baca juga: Besok Sidang Putusan Praperadilan Kasus Firli Bahuri, Boyamin Harap Hakim Kabulkan Permohonan
Lebih lanjut, Henri juga memberikan penjelasan tentang frasa “tanpa hak” dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Ia menyatakan frasa ini memberikan perlindungan kepada profesi tertentu, seperti wartawan yang menyebarkan informasi berupa hasutan dengan fakta, peneliti yang mengkaji objek tertentu, dan penegak hukum dalam konteks penyelidikan.
Makna norma ini adalah untuk melindungi profesi-profesi tertentu, sebagaimana juga berlaku di banyak negara lain.
Latar Belakang Perkara
Perkara nomor 105/PUU-XXII/2024 yang sedang disidangkan di MK ini diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan, seorang aktivis lingkungan dari Koalisi Kawal Indonesia Lestari (Kawali).
Daniel dikenal sering mempromosikan kesadaran lingkungan melalui media sosial.
Namun, ia merasa menjadi korban penerapan UU ITE yang bersifat "karet". Sebab, setelah mengunggah video tentang pencemaran pantai di Karimun Jawa, video tersebut memicu berbagai reaksi di media sosial meski tidak ditujukan kepada individu atau kelompok tertentu.
Baca juga: BREAKING NEWS: Eggi Sudjana Laporkan Jokowi dan Rektor UGM ke Bareskrim Polri soal Ijazah Palsu
Daniel didakwa berdasarkan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) atau Pasal 45 ayat (3) jo. Pasal 27 ayat (3) UU ITE 2016. Meski Pengadilan Tinggi Semarang membebaskannya pada Mei 2024, Penuntut Umum mengajukan kasasi, yang berpotensi menggunakan UU ITE baru (2024).