Kuasa hukumnya, Damian Agata Yuvens, menilai frasa “orang lain” dalam Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU ITE tidak memberikan kepastian hukum karena cakupannya terlalu luas.
“Terkait dengan Pasal 27A jo.
Pasal 45 ayat (4) UU ITE utamanya frasa ‘orang lain’ menurut Pemohon hal ini tidak memberikan kepastian hukum,” ujar Damian.
“Bahwa spektrum ‘korban’ yang dilingkupinya sangat luas, sehingga siapapun dapat menjadi objek pengaduan. Untuk itu, perlu dilakukan pembatasan penafsirannya yang dapat dimanifestasikan dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP 2023),” sambungnya.
Sementara, perkara nomor 115/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar, seorang Jaksa di Kejaksaan Republik Indonesia.
Kasus ini bermula dari laporan atas kritik yang ia sampaikan di media sosial terhadap penyelenggara negara yang dianggap menyalahgunakan kewenangan. Akibatnya, Jovi ditahan di wilayah hukum Kepolisian Resor Tapanuli Selatan.
Baca juga: Di Rapat DPR, Dwi Ayu Curhat Dijanjikan Pekerjaan dan Dikuliahkan oleh John LBF
Ia menilai frasa “dilakukan demi kepentingan umum” dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP dan frasa “untuk kepentingan umum” dalam Pasal 45 ayat (7) UU ITE terlalu multitafsir, sehingga membuka peluang kriminalisasi terhadap kritik yang dilayangkan kepada penyelenggara negara.
Jovi meminta MK menyatakan frasa-frasa tersebut bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai mencakup kritik terhadap kebijakan pemerintah, penyelenggara negara, dan penggunaan fasilitas negara secara sembarangan. Ia mengusulkan rumusan Pasal 310 ayat (3) KUHP direvisi agar mencantumkan secara eksplisit bahwa kritik semacam itu merupakan bagian dari kepentingan umum.