TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gunung Merapi telah luncurkan awan panas guguran (APG) sebanyak 60 kali dalam tiga hari ini, yakni hingga Senin (13/3/2023) pagi.
Hal itu disampaikan Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Agus Budi Santoso.
Gunung Merapi erupsi pada Sabtu (11/3/2023) siang dan mengeluarkan awan panas guguran (APG) ke arah Barat Daya.
"Hingga saat ini tercatat 60 kejadian awan panas guguran di Gunung Merapi," paparnya, Senin (13/3/2023), dikutip dari TribunJogja.com.
Agus Budi Santoso mengatakan saat ini jarak luncur awan panas guguran tersebut mencapai 3,7 km dari puncak Gunung Merapi.
Ia mengatakan warga yang berada di dekat Gunung Merapi perlu mewaspadai terjadinya banjir lahar terutama jika hujan terjadi di puncak Gunung Merapi.
Menurutnya potensi banjir lahar terjadi karena di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah sedang memasuki musim hujan.
Ancaman Gunung Merapi saat ini berupa guguran lava dan awan panas yang mengarah ke sektor selatan-barat daya.
Sektor yang paling terdampak yakni Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Kali Krasak atau Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Sedangkan sektor tenggara yang terdampak yakni Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km.
Jika Gunung Merapi mengeluarkan letusan eksplosif, lontaran material vulkanik dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
Alasan Status Gunung Merapi Tidak Dinaikkan
Hingga Senin (13/3/2023), status Gunung Merapi masih berada di level III atau Siaga.
Agus menjelaskan status Gunung Merapi yang tidak dinaikkan meski sudah erupsi sejak Sabtu (11/3/2023) siang.
Menurutnya penentuan kenaikan status aktivitas gunung berapi dilakukan berdasarkan ancaman bahaya pada masyarakat.
“Jadi, aktivitas vulkanik untuk yang menjadi sumber ancaman kepada masyarakat akan dievaluasi."
"Aktivitas saat ini belum mengubah rekomendasi bahaya setahun terakhir,” jelasnya, Minggu (12/3/2023).
Agus Budi Santoso menambahkan status aktivitas Gunung Merapi masih berada di daerah yang belum mengenai pemukiman.
Selama beberapa waktu ke depan, Gunung Merapi masih akan mengeluarkan APG.
“Data pemantauan (kegempaan) saat ini masih tinggi. Gempa vulkanik dalam masih terjadi 60-70 kali per hari."
"Sedangkan, gempa vulkanik dangkal tiga kejadian per hari dan multifase ada 17 kejadian per hari,” paparnya.
Menurutnya angka kegempaan Gunung Merapi masuk dalam kategori tinggi.
Ia mengatakan jika Gunung Merapi berhenti mengularkan APG, masih ada kemungkinan Gunung Merapi akan erupsi lagi.
BPBD DIY Belum Evakuasi Warga Sleman di Lereng Gunung Merapi
Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dianjurkan untuk tetap mewaspadai potensi APG pasca erupsi Gunung Merapi pada Sabtu (11/3/2023) siang.
Saat ini APG Gunung Merapi mengarah ke barat daya atau Kali Krasak.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY mengingatkan warga Sleman dan sekitarnya untuk selalu waspada karena ada potensi abu vulkanik mengarah ke Sleman.
"Untuk yang masyarakat di wilayah DIY saat ini lebih baik untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama untuk debu kalau nanti ada yang terbawa angin ke selatan," jelas Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana, Minggu (12/3/2023).
Menurutnya BPBD DIY belum melakukan evakuasi terhadap warga yang berada di lereng Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.
"Belum perlu evakuasi, masih meningkatkan kewaspadaan sambil menunggu informasi lebih lanjut dari BPBD maupun BPPTKG," paparnya.
Ia menjelaskan APG yang keluar pada saat erupsi berasal dari kubah bawah di Barat Daya Gunung Merapi.
"Tapi kondisinya kubah yang tengah itu turun jadi lebih dingin, memang lebih aktif yang di barat daya itu. Makanya dampak lebih banyak ke Magelang," jelasnya.
Wilayah yang berpotensi terkena guguran lava dan awan panas berada di selatan-barat daya Gunung Merapi.
Wilayah ini meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Sementara bagian tenggara Gunung Merapi yang berpotensi terkena guguran lava dan awan panas meliputi wilayah Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol sejauh 5 km.
Kata Gubernur DIY
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, erupsi Gunung Merapi kali ini tidak akan sebesar tahun 2010 saat Gunung Merapi meletus.
“Merapi itu ya erupsi begitu saja, enggak akan meletus seperti dulu."
"Yang penting ngebaki (memenuhi) sik (yang) dirusak karena ditambang. Gitu aja,” jelasnya.
Baca juga: Erupsi Siang Ini, Gunung Merapi Masih Berstatus Siaga
Menurutnya erupsi Gunung Merapi akan berhenti jika lubang tambang pasir di sana sudah tertutup abu vulkanik.
“Nantinya, kalau yang berlubang-lubang itu sudah tertutup, kan (erupsinya) berhenti sendiri."
"Memang itu perlu lama karena tidak hanya di atas dan di bawah juga berlubang,” imbuhnya.
Ia mengatakan sudah lama mengimbau warga untuk tidak lagi melakukan aktivitas penambangan di Gunung Merapi.
“Sudah saya tutup, tidak boleh ada tambang, jadi harusnya tidak ada warga di area tambang."
"Sebagian kan sudah kita tutup, ada yang kita tanam pohon kopi. Itu biar mereka punya pendapatan produksi dari sektor pertanian biar enggak nambang lagi,” paparnya.
Sri Sultan Hamengkubuwono X menjelaskan luncuran abu vulkanik sejauh 7 km yang terjadi saat ini bukan masalah besar.
Ia memastikan erupsi kali ini tidak akan separah yang terjadi pada tahun 2010.
“Kan berbeda, sudah 10 tahun lebih, biasanya hanya empat tahunan. Sekarang memang harus keluar ya memang nyembur, tapi ya hanya 1-2 km, karena yang ditambang kan sekitar situ,” sambungnya.
Sementara itu, Manager Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Franoto Wibowo menjelaskan, erupsi Gunung Merapi saat ini tidak mengganggu perjalanan kereta api di Yogyakarta.
Menurutnya guguran abu vulkanik tidak sampai ke jalur perlintasan kereta api di wilayah Daop 6.
"Perjalanan normal. Debu hasil erupsi merapi tidak sampai ke jalur KA yang ada di wilayah Daop 6, sehingga masinis juga tidak terganggu jarak pandangnya," ungkapnya.
Ia menambahkan petugas terus siaga untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi dan tetap memastikan kelancaran perjalanan KA.
"KAI tetap mewaspadai segala kemungkinan dengan terus berkoordinasi dan memantau perkembangan dari BMKG serta stakeholder terkait lainnya," tandasnya.(*)