TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Santoso mengingatkan aparat penegak hukum agar berhati-hati dalam menjerat pasal dalam kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora.
"Sangat perlu kehati-hatian dalam menjerat pasal yang tepat," kata Santoso kepada wartawan, dikutip pada Kamis (16/3/2023).
Menurut Santoso, hal tersebut agar jeratan pasal jangan sampai menyebabkan tersangka bebas.
"Jangan sampai jeratan pasal itu tidak kuat dan menyebabkan tersangka bebas," ujarnya.
Kendati demikian, Santoso mengingatkan pentingnya juga memperhatikan hak-hak terdakwa dalam menerapkan pasal.
"Penerapannya harus tepat namun tetap humanis karena sebagai terdakwa hak-haknya tetap harus dipenuhi," ungkapnya.
Untuk informasi, aksi penganiayaan dilakukan oleh salah satu anak mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan bernama Mario Dandy Satrio (20) terhadap anak petinggi GP Ansor, David (17).
Peristiwa penganiayaan itu terjadi di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2023).
Awalnya, teman wanita Mario berinisial AGH yang menjadi sosok pertama yang mengadu jika mendapat perlakuan kurang baik dari korban hingga memicu penganiayaan itu terjadi.
Namun, belakangan diketahui orang yang pertama memberikan informasi jika orang yang pertama kali memberikan informasi kepada Mario mengenai kabar temannya, AGH diperlakukan tak baik yakni temannya berinisial APA.
Adapun informasi itu, dikabarkan oleh APA kepada Mario sekitar 17 Januari 2023 lalu yang dimana menyatakan bahwa saksi AGH mendapat perlakuan tak baik dari korban.
Atas hal itu, Mario emosi dan ingin bertemu David. AG saat itu menghubungi David yang tengah berada di rumah rekannya berinisial R di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Baca juga: LPSK Tolak Beri Perlindungan ke AG, Pacar Mario Dandy Anak Mantan Pejabat Pajak
Setelah bertemu, David diminta untuk melakukan push up sebanyak 50 kali. Namun, dia hanya sanggup 20 kali.
Selanjutnya, David diminta untuk mengambil sikap tobat dan terjadi penganiayaan.
Mario langsung ditangkap oleh pihak sekuriti komplek dan diserahkan ke polisi.
Atas perbuatannya itu, Mario awalnya ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat pasal 76c junto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun.
Namun, belakangan polisi merubah ke pasal yang lebih berat sanksinya untuk Mario yakni Pasal 355 KUHP ayat 1 Subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP subsider Pasal 351 ayat 2 dan atau 76c Jo 80 UU PPA dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Setelah Mario, polisi akhirnya kembali menetapkan satu orang tersangka lain yakni temannya Mario berinisial SRLPL (19).
Dia berperan mengompori Mario untuk melakukan penganiayaan hingga merekam aksi penganiayaan tersebut menggunakan hp Mario.
Ia dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU Nomor 35 Tahu 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Subsider Pasal 351 KUHP.
Selain itu, pacar Mario berinisial AG dirubah statusnya dari saksi menjadi pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum.
Akibatnya AG dijerat dengan pasal berlapis yakni 76c Jo Pasal 80 UU PPA dan atau Pasal 355 ayat 1 Jo Pasal 56 KUHP Subsider Pasal 354 ayat 1 Jo 56 KUHP Subsider 353 ayat 2 Jo Pasal 56 KUHP.
Belakangan, AG resmi ditahan oleh penyidik Polda Metro Jaya ditahan di ruang khusus anak Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) dalam kasus tersebut.
LPSK Tolak Beri Perlindungan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah memutuskan menolak permohonan perlindungan yang dilayangkan oleh anak berisinial AG (15), dalam kasus penganiayaan terhadap David Ozora oleh tersangka Mario Dandy, anak mantan pejabat Pajak Kementerian Keuangan.
Penolakan itu diputuskan dalam Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK, Senin (13/3/2023).
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menjelaskan, permohonan perlindungan AG ditolak karena tidak memenuhi syarat perlindungan yang diatur dalam Pasal 28 (1) huruf a dan huruf d.
"Pasal tersebut mengatur tentang syarat formil perlindungan terhadap saksi dan/atau korban," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/3/2023).
Baca juga: Sindir LPSK Tolak Lindungi Pacar Mario, Kuasa Hukum AG: Terdakwa Saja Mereka Dampingi di Kasus Lain
Lebih lanjut kata Hasto, Pasal 28 (1) huruf a mengatur tentang sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban, serta huruf d, terkait rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan oleh saksi dan/atau korban.
Dalam permohonan ini, Hasto menyatakan, status hukum dari AG tidak termasuk dalam subyek perlindungan LPSK.
"Status hukum pemohon (AG) sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, tidak termasuk ke dalam subyek perlindungan LPSK yang diatur dalam Pasal 5 (3) UU Nomor 31 Tahun 2014," ujar Hasto.
Dalam hal ini, LPSK mengeluarkan rekomendasi untuk dua instansi terkait dalam hal ini KementerianPPPA dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK kemudian merekomendasikan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dengan tembusan KPAI," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangannya, Selasa (14/3/2023).
Rekomendasi itu dikeluarkan agar kedua pihak tersebut dapat memberikan pendampingan terhadap AG.
Tak hanya itu, terkait hak AG dalam proses peradilan pidana nantinya juga dipastikan dapat terpenuhi dalam statusnya sebagai tersangka yang masih anak-anak.
"Berisikan agar kedua pihak itu dapat mendampingi AG dan memastikan terpenuhinya hak-hak AG dalam proses peradilan pidana sebagai anak yang berhadapan dengan hukum," kata dia.
Khususnya kata Hasto, AG sebagai anak berkonflik dengan hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Terkait itu, kuasa hukum AG, Mangatta Toding Allo menyayangkan sikap LPSK yang tidak mengabulkan permohonan perlindungan tersebut.
Hal itu karena hingga kini pihak AG belum menerima alasan dari LPSK mengapa menolak permohonan tersebut.
"Kami tidak diberikan alasan apa penolakannya, kalau dibilang bukan saksi atau korban, Terdakwa pun didampingi sama mereka di kasus lain," kata Mangatta kepada Tribunnews.com, Selasa (14/3/2023).
Padahal, Mangatta mengatakan saat mengajukan permohonan, kliennya masih berstatus sebagai saksi.
"Permohonan kami sudah ajukan sejak Anak AG masih berstatus saksi," tuturnya.
Baca juga: Mario Gunakan Sepatu Bermerek, Shane Hanya Pakai Sendal Saat Rekonstruksi, Begini Penjelasan Polisi
Di samping itu, Mangatta menjelaskan LPSK tidak perlu repot-repot untuk memberikan rekomendasi agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
"Kalau LPSK beri rekomendasi ke Kemen PPPA kami rasa tidak perlu. Karena KemenPPPA sudah lebih dahulu hadir dan mendampingi Anak AG sebelumnya," ucapnya.
"Kami berterima kasih kepada Kementerian PPPA, Kemensos, PK Bapas dan bahkan KPAI yang terus mendampingi para Penyidik selama ini," sambungnya.