TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh menyoroti soal transaksi mencurigakan hingga mencapai Rp 300 triliun yang merupakan temuan dari tahun 2009 hingga 2023.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, hal itu merupakan pernyataan yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD dan Menkeu Sri Mulyani.
Merespons hal itu, Said mengatakan, temuan tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Sebab soal pajak, kata Said, menjadi satu di antara 13 platform Partai Buruh.
Baca juga: Mahfud MD Ungkap Transaksi Rp 300 Triliun yang Janggal di Kemenkeu Berawal dari Kasus Mario Dandy
"Pak Mahfud MD dan Ibu Sri Mulyani mengakui ada transaksi berjalan dari 2009, begitu pula PPATK yang telah melaporkan ini yang mencurigakan," kata Said Iqbal.
"Dan itu terbukti dengan seleksi dari beberapa pejabat bea cukai, pejabat pajak yang terkenal, Rafael, seperti juga Gayus Tambunan, lenyap begitu saja. Kali ini tidak bisa. Sudah ada Partai Buruh," sambungnya.
Sehingga terkait temuan tersebut, ia meminta DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk membentuk tim pencari fakta.
Adapun tim pencari fakta tersebut, jelas Said, bertugas untuk mengaudit Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Partai Buruh memastikan pajak. 13 platform Partai Buruh adalah memastikan pajak. Kita akan jaga itu agar DPR dan BPK membentuk tim pencari fakta," ucapnya, dalam konferensi pers secara daring, Rabu (15/3/2023).
"Harus dibentuk tim pencari fakta, audit yang dilakukan BPK, karena ini pajak terkait Kementerian. Audit itu penerimaan dan penggunaan pajak di Kemenkeu," sambungnya.
Kemudian, Said Iqbal juga meminta DPR untuk memanggil Menkeu Sri Mulyani perihal temuan ini.
"DPR harus panggil ibu Srimul. Jangan diam-diam saja DPR ini," tegasnya.
Said mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani harus mundur dari jabatannya, karena sikap para anak buahnya yang memalukan.
"Karena itu kami minta hak interpelasi DPR memanggil Menkeu. Copot Dirjen Pajak," ucap Said.
"Ibu Srimul kalau beliau gentle harusnya mundur. Memalukan sekali anak buahnya. Udah digajinya besar sangat memalukan. Copot Dirjen Pajak. Harusnya bu Menkeu kalau berjiwa besar mundur," ungkapnya.
Sebelumnya, dikutip dari KompasTV, transaksi mencurigakan hingga mencapai Rp 300 triliun merupakan temuan dari tahun 2009 hingga 2023.
Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan, ada sekitar 198 laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2009 hingga 2023 yang tidak digubris pihak terkait.
Transaksi mencurigakan itu melibatkan 460 orang lebih di Kementrian Keuangan dengan total transaski bergerak sekitar Rp300 triliun.
Sebagian besar transaksi mencurigakan itu, kata Mahfud, ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea dan Cukai Kemenkeu.
"Laporan ini tidak diperbarui dan tidak diberi respons, tapi kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus. Kaya Rafael, jadi kasus terus dibuka ternyata ini sudah dilaporkan tetapi didiamkan," ujar Mahfud dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam, Rabu (8/3/2023).
Mahfud menambahkan, selain Rafael Alun Trisambodo yang merupakan pegawai Ditjen Pajak, ada juga kasus Angin Prayitno tersangka kasus suap Pajak di KPK.
Menurut Mahfud, kasus Angin Prayitno sama seperti Rafael, setelah ditangkap KPK baru diketahui ada transaksi mencurigakan dari Angin Prayitno sampai ratusan miliar.
"Ya itu karena kesibukan yang luar biasa dari lembaga sehingga perlu sistem yang perlu dibuat," ujar Mahfud.
Baca juga: Bentuk Tim Pencari Fakta hingga Copot Pejabat, Berikut 4 Tuntutan Partai Buruh soal Ditjen Pajak
Mahfud menilai, meski ada penumpukan laporan dari PPATK soal transaksi mencurigakan di lingkunang Kemenkeu, bukan berarti Menkeu Sri Mulyani tidak membenahi kementerian yang dipimpinnya.
Menurut Mahfud, lama periode 2009 hingga 2023 sudah beberapa kali pergantian menteri.
"Kita membantu Ibu Sri Mulyani, Bu Sri Mulyani sedang menyelesaikan itu dan kita tidak bisa menyembunyikan apa pun kepada masyarkat sekarang ini. Tidak tahu dari saya, tahu dari orang. Jadi kita tidak bisa berbohong," ujar Mahfud.