TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fenomena politisi nyebur ke dunia intelektual menjadi sorotan di tahun Pemilu ini.
Satu di antara yang mendapat sorotan ialah Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang memperoleh gelar doktor dari Universitas Pertahanan dengan disertasi bertajuk Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara.
Perilaku itu disebut-sebut berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan para founding fathers Indonesia.
"Dr Hasto Kristiyanto karena menurut saya ini hendak membalik tren. Beliau politisi yang mau memasuki dunia intelektual. Tren ini harus diapresiasi karena kalau kita lihat demokrasi pendiri bangsa, mereka adalah intelektual-intelektual sebelum jadi politisi," ujar pengamat politik, Musa Al Kadzim saat duduk di samping Hasto dalam acara Diskursus Pemikiran Politik Soekarno dan Relevansinya Terhadap Pertahanan Negara pada Selasa (21/3/2023).
Para founding fathers disebut Musa merupakan pemikir dengan ideologi yang kuat.
Ideologi itu kemudian menjadi pegangan bagi mereka dalam berpolitik.
"Mereka orang yang punya ideologi, tahu bagaimana arah ke depan. Filosof yang kuat sekali dalam tradisi intelektualnya, baru dia terjun ke dalam masyarakat untuk melihat dan mengobservasi secara langsung realitas empirisnya." ujarnya.
Sementara saat ini, budaya politik cenderung terbalik.
Para politisi masa kini dianggap hanya mengikuti selera masyarakat tanpa ideologi dan prinsip yang kuat. Bahkan Musa menyebutnya sebagai politisi kosong.
"Dia cuma menajadi bagian one among the crowd. Dan itu kebanyakan politisi kita kosong!" katanya.
Dia mencontohkan, tren islami populisme yang sedang ramai dalam dunia politik sekarang.
Baca juga: Disertasi Hasto Kristiyanto Soal Geopolitik Soekarno Disebut Beri Banyak Inspirasi Bagi Anak Muda
Para politisi pun banyak yang terbawa arus mengikuti tren tersebut.
"Masyarakat lagi suka gaya islami populisme, jadi yang dibangun adalah politik populis yang menurut saya justru merusak agenda besar untuk nation character building."