TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe selama menghuni rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) senantiasa mendapat sorotan.
Lukas Enembe kerap mengeluhkan sakitnya dan meminta berobat ke Singapura.
KPK sendiri mengatakan bila kondisi kesehatan Lukas Enembe selama di tahanan stabil dan tak perlu berobat ke Singapura.
Baru-baru ini, Lukas Enembe kembali disorot karena mengklaim mendapat makanan ubi busuk.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum Lukas Enembe.
Menyikapi hal tersebut, KPK membantahnya.
Baca juga: Lukas Enembe Mogok Minum Obat dari KPK, Tulis Surat Buat Firli Bahuri Cs, Ini Isinya
"KPK dalam mengelola rumah tahanan tentunya dilakukan secara patut dengan memedomani ketentuan-ketentuan yang berlaku. Termasuk dalam penyediaan konsumsi bagi para tahanan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di kantornya, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Ali memastikan KPK selalu menjaga kualitas sajian dan pemenuhan konsumsi para tahanan melalui katering pihak ketiga.
Ali menyebut ubi yang diberikan kepada Lukas Enembe sudah sesuai standar biaya masukan yang berlaku dan kualitas makanan yang akan dikonsumsi.
Baca juga: Dokter RS Singapura Minta Izin IDI dan KPK Akses Laporan Medis Lukas Enembe
"Adapun kepada saudara Lukas Enembe, KPK menyajikan menu sesuai permintaannya yaitu mengganti nasi menjadi ubi," kata dia.
KPK, ujar Ali, juga terus memantau kondisi kesehatan setiap tahanan, termasuk kepada Lukas Enembe.
Baca juga: KPK Sita Rp50,7 M serta Blokir Uang Rp81,8 M dan SGD31.559 Terkait Kasus Lukas Enembe
Ali menyebut petugas KPK selala berjaga 24 jam, dan siaga memenuhi bila ada keluhan.
"Bahkan kami memfasilitasi juga untuk membawanya check up ke RSPAD," kata Ali.
"Sehingga terkait isu yang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak tertentu bahwa saudara Lukas Enembe diperlakukan dengan tidak layak, kami pastikan isu itu tidak benar," katanya.
Mogok Minum Obat
Bukan hanya soal klaim ubi busuk, Lukas Enembe pun melakukan aksi mogok minum obat.
Hal itu disampaikan Lukas Enembe melalui sebuah surat tertanggal 19 Maret 2023.
Surat ditujukan kepada Firli Bahuri cs, penasihat hukum, dan dokter KPK.
Tim kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, membenarkan adanya surat dari kliennya.
Petrus mengatakan surat dititipkan Lukas Enembe sewaktu ia berkunjung ke rutan KPK.
"Kemarin sesudah kunjungan, LE (Lukas Enembe) titip surat ke saya untuk diserahkan ke KPK dan langsung saya serahkan," kata Petrus saat dikonfirmasi, Rabu (22/3/2023).
Berikut isi lengkap surat yang ditulis Lukas Enembe:
Surat Pernyataan
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama: Lukas Enembe
Umur: 55 tahun
Alamat: Rutan MP KPK Jakarta
Dengan ini saya menyatakan bahwa, mulai sejak hari Minggu, 19 Maret 2023, jam 22.04, saya tidak mau meminum obat yang disediakan oleh KPK, karena:
1. Tidak ada perubahan atas sakit saya sejak saya meminum obat yang disediakan oleh KPK, dan buktinya kedua kaki saya masih bengkak sampai saat ini.
2. Saya meminta pengobatan terhadap sakit saya dengan cara saya harus dirawat di rumah sakit.
3. Saya meminta agar sakit saya ini harus dirawat di rumah sakit Singapura karena mereka (dokter) Singapura yang sangat paham dan mengerti tentang sakit saya ini.
4. Saya ini orang sakit yang seharusnya mendapat perawatan di rumah sakit dan bukan di "rawat" di rutan KPK.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dan sampaikan, atas perhatian dan bantuannya disampaikan terima kasih.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memberikan tanggapan.
Menurut Ghufron kondisi kesehatan Lukas Enembe masih bisa ditangani di Indonesia.
"Sejauh ini memandang sakitnya saudara Lukas Enembe masih dapat ditangani di dalam negeri," kata Ghufron saat dikonfirmasi, Rabu (22/3/2023).
Ghufron pun mengaku pihaknya belum menerima surat permintaan dari Lukas Enembe tersebut.
Permintaan Lukas Enembe akan dibahas lebih lanjut setelah pihaknya menerima surat pernyataan tersebut.
"Kami bahas setelah kami menerima surat dimaksud," kata Ghufron.
Lebih jauh, mengenai kondisi Lukas Enembe, Ghufron mengatakan, KPK akan berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Mungkin lebih lanjut akan kami bahas bersama IDI berkaitan dengan perkembangan kesehatan yang bersangkutan untuk kami tindak lanjuti," katanya.
Diketahui, KPK menetapkan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua.
Politikus Partai Demokrat itu diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka.
Hal tersebut untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp 41 miliar.
Adapun tiga proyek itu antara lain, proyek multiyears peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar; proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar; dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan sebesar Rp10 miliar.
Namun, KPK belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.
Atas perbuatannya, Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 UU Tipikor.
Dalam pengusutan perkara Lukas Enembe, sejauh ini KPK telah menyita emas batangan, perhiasan emas, dan kendaraan mewah senilai total Rp4,5 miliar.
Teranyar, KPK menyita satu unit Toyota Fortuner dan perangkat CCTV.
KPK juga sudah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar. Diduga rekening itu milik Lukas Enembe dan istrinya yang bernama Yulce Wenda. (Tribunnews.com/ Ilham)