Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan Memori Banding Tambahan menyikapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst.
Selain itu, KPU juga telah menunjuk kuasa hukum atau pengacara untuk mengawal perkara ini.
“Di hari Selasa (21 Maret 2023) sebelum libur 2 hari kemarin, KPU telah mengajukan Memori Banding Tambahan,” kata Komisioner KPU Mochammad Afifuddin lewat keterangannya, dikutip Minggu (26/3/2023).
“Kami juga ingin menyampaikan bahwa kami menggandeng kuasa hukum atau pengacara yaitu dari Heru Widodo Law Office,” lanjut dia.
Adapun sejumlah bahan yang disampaikan pada Memori Banding Tambahan ialah sebagai berikut;
Pertama, fakta tidak adanya mediasi atau upaya dari hakim terkait perdamaian yang dilakukan.
Hal ini, lanjut Afif, perlu disampaikan kepada publik mengingat mediasi atau upaya perdamaian justru menjadi pertimbangan hukum Putusan PN Jakarta Pusat tersebut dalam mengeluarkan putusan.
Baca juga: Partai Prima Jalani Verifikasi Administrasi Perbaikan, Klaim Hanya Perlu Lengkapi 154 Dokumen
“Di halaman 42 disebutkan pengadilan telah mengupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menunjuk hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai mediator berdasarkan laporan mediator tanggal 26 Oktober upaya perdamaian tidak berhasil,” kata Afif.
“Ini padahal tidak ada proses mediasi, selama ini memang belum kami sampaikan,” lanjut dia.
Ketiadaan mediasi ini pula menurut Afif melanggar kewajiban hukum hakim sebagaimana diatur pada pasal 3 ayat 3 Perma 1 Tahun 2016, sesuai pasal 4 Perma 1 Tahun 2016, bahwa semua sengketa Perdata wajib terlebih dahulu diupayakan mediasi kecuali yang ditentukan lain.
“Gugatan ini tidak termasuk perkara yang dikecualikan oleh Pasal 4 huruf (a) Perma 1 Tahun 2016. Bukan sengketa yang ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya,” katanya.
Baca juga: KPU Minta PN Jakarta Pusat Tangguhkan Pelaksanaan Putusan Serta Merta PRIMA
Atas dasar pelanggaran ini, sambung Afif, maka pemeriksaan perkara yang dilakukan menjadi cacat yuridis.
Kedua, Memori Banding Tambahan memuat permohonan penangguhan pelaksanaan putusan serta merta.
Hal ini didasarkan pada alasan Pemilu harus dilaksanakan secara luber dan jurdil setiap 5 tahun sekali sebagaimana tertuang pada Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, tidak dikenalnya penundaan pemilu pada UU 7 Tahun 2017 melainkan hanya pemilu susulan serta lanjutan.
Ketiga, adanya putusan yang saling bersinggungan pasca Putusan PN Jakarta Pusat dimana Bawaslu ditempat yang lain juga memerintahkan KPU untuk melakukan verifikasi administrasi perbaikan kepada Prima.
“Di sisi lain berdasarkan Putusan PN Jakarta Pusat KPU diperintahkan menunda tahapan pemilu dengan serta merta yang juga di maknai termasuk pula juga menunda tahapan verifikasi perbaikan sebagaimana amar putusan Bawaslu dimaksud,” ujarnya.
Hal lain yang juga disampaikan perihal kewenangan PN Jakarta Pusat yang tidak berwenang mengadili perkara sengketa pemilu (eksepsi kewenangan absolut).
Tindakan KPU menetapkan Prima tidak memenuhi syarat administrasi parpol merupakan substansi yang diatur dalam UU.
Keempat, KPU meminta Pengadilan Tinggi mengoreksi kekliruan pendapat majelis hakim tentang unsur perbuatan melawan hukum.
KPU, menurut Afif, telah melaksanakan kewajibannya dengan menjalankan putusan Bawaslu yaitu memberikan kesempatan perbaikan berkas.