Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Survei yang dilakukan Praxis menemukan sebanyak 65,61 persen masyarakat belum puas dengan layanan pembangunan ekonomi dari pemerintah eksekutif pusat.
Untuk Pemerintah Eksekutif Daerah, 65,06 persen masyarakat belum puas dengan layanan Infrastruktur dan Layanan Publik
Survei independen yang dilakukan terhadap 1.102 responden dengan rentang usia 16 sampai 45 tahun di 12 kota besar di Indonesia ini menemukan Gen Z merasa penegakkan hukum di pusat masih belum memuaskan (90.80 persen), sementara Gen Y (67.15%) dan Gen X (49.30%) merasa bahwa pembangunan ekonomi yang paling belum memuaskan.
Dalam survei yang dilakukan mulai 13-18 Maret 2023, Praxis yang didukung oleh Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) ini dimaksudkan memotret persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik, kualitas pemimpin eksekutif dan legislatif, serta pola konsumsi media masyarakat.
Sebanyak 47,01 persen masyarakat yang disurvei belum puas dengan Layanan Pembangunan Ekonomi dari Legislatif Pusat, sedangkan legislatif daerah, 60,62 persen masyarakat belum puas dengan layanan penanganan korupsi dan tata kelola pemerintahan
Director of Public Affairs Praxis PR dan Wakil Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) Sofyan Herbowo mengatakan, saat ini kejujuran dan integritas merupakan kualitas yang dianggap masyarakat paling penting untuk dimiliki oleh tokoh eksekutif (62,62%) dan legislatif (76,40%)
"Kualitas yang penting dimiliki untuk tokoh pemerintahan eksekutif menurut laki-laki adalah visi misi sebanyak 42,36 persen, sementara menurut perempuan adalah etos kerja dan dedikasi sebanyak 44,68 persen.
"Kualitas yang penting dimiliki untuk tokoh pemerintahan legislatif menurut laki-laki adalah visi misi (28,11%), sementara menurut perempuan adalah etos kerja dan dedikasi (33,88%), dan empati (33,22%) dan hanya 36,12 persen masyarakat yang mengonsumsi konten politik secara reguler," katanya.
Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) Agung Laksamana secara umum hasil survei juga menunjukan bahwa layanan pemerintah eksekutif dan legislatif baik di pusat maupun daerah yang belum memuaskan di atas justru merupakan layanan-layanan yang menurut masyarakat paling penting.
Masyarakat menilai pelayanan publik pemerintah eksekutif dan legislatif pusat yang paling penting adalah pembangunan ekonomi dengan presentasi masing-masing 57,53 persen dan 47,01 persen.
"Sementara itu, 42,18 persen masyarakat juga menganggap layanan infrastruktur dan layanan publik dari pemerintah eksekutif daerah penting. Terakhir tapi tidak kalah penting, 37,75 persen masyarakat melihat bahwa layanan penanganan korupsi dari legislatif daerah penting," katanya.
Hasil survei ini memperjelas bahwa masih ada beberapa layanan publik yang masih perlu diperbaiki pemerintah. Pemerintah, media, dan masyarakat harus menjalankan peran masing-masing dengan baik agar kualitas layanan publik dapat semakin meningkat.
Hasil survei dan diskusi dari Praxis ini diharapkan dapat menjadi katalisator untuk perubahan positif, dan berkontribusi dalam membangun ekosistem demokrasi yang sehat, khususnya dalam memasuki tahun politik 2024.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengatakan, survei Praxis ini sebenarnya menggarisbawahi survei kami tahun lalu.
Baca juga: Gedung KPK Dilempari Tikus, Penegakan Hukum oleh Firli Bahuri Makin Memprihatinkan
"Tahun 2022 di mana dari 400-an sekian kabupaten yang kita ukur, kinerja daya saing terutama di bidang ekonomi tangguh itu berada di level sedang. Maka dari itu, kita harapkan para pengambil kebijakan, terutama di level daerah untuk tetap memperhatikan isu kebijakan terutama di tahun 2023 dan tahun pemilu 2024,” katamya.
Anggota Dewan Pers, Paulus Tri Agung Kristanto menyatakan pentingnya independensi media dan dewan pers sudah berulang kali mengeluarkan edaran untuk mengingatkan siapa pun jurnalis yang menjadi mencalonkan diri menjadi anggota legislatif, calon kepala daerah, kemudian tim sukses, dia harus mundur dari profesi kewartawanannya.
"Ini dilakukan untuk menjaga independensi dan berikan keterbukaan pada publik karena survei Praxis menemukan 57 persen masyarakat menganggap aspek independensi perlu ditingkatkan dari konten yang dikonsumsi, dua kali lipat lebih tinggi dari aspek kecepatan sebesar 36,3 persen," katanya.