TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyatakan 39 warga Indonesia eksil akibat peristiwa G30S PKI 1965 bukan sebagai pengkhianat negara.
Ke-39 orang tersebut dulunya tidak dapat pulang ke Indonesia karena adanya peristiwa pengkhianatan PKI.
“Kami akan mengumumkan kepada warga negara yang menjadi korban pelanggaran HAM berat di masa lalu yang ada di luar negeri, yang kita kenal sebagai istilah eksil. Banyak sekali orang yang tidak terlibat dalam gerakan misalnya apa yang disebut G30S PKI dulu jadi korban dan tidak boleh pulang dari luar negeri,” kata Menkopolhukam Mahfud MD di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (2/5/2023).
Mahfud MD mengatakan mereka dulunya tidak terlibat dalam gerakan PKI namun terkena imbas karena disekolahkan ke luar negeri pada era Presiden Soekarno.
Mereka yang di sekolahkan ke Eropa, Soviet, China, dan lainnya tersebut tidak diperbolehkan pulang usai meletusnya pemberontakan PKI.
“Nah mereka ini masih ada beberapa di luar negeri nanti akan kita undang. Mereka ini bukan anggota PKI. Mereka ini korban karena disekolahkan lalu tidak boleh pulang,” katanya.
Mahfud MD mencontohkan Presiden ketiga BJ Habibie yang sempat tidak diperbolehkan pulang usai disekolahkan Soekarno ke Jerman pada tahun 1960.
Habibie yang lulus program doktor di Jerman pada tahun 1965 tidak diperbolehkan pulang oleh pemerintah usai adanya kejadian PKI.
Beruntung Habibie bertemu Soeharto di Jerman pada tahun 1974 dan akhirnya diperbolehkan pulang.
“Pada tahun 74 ketemu dengan Presiden Soeharto ketika beliau berkunjung ke Jerman dan kebetulan mereka kenal, katanya Habibie kok kamu ada di sini? saya gak boleh pulang pak. loh kenapa? ada kebijakan karena peristiwa 65 kami gak boleh pulang. Lalu oleh pak Soeharto diajak pulang dan jadilah dia orang besar yang kemudian jadi presiden,” katanya.
Mahfud MD mengatakan pemerintah sejak era Gusdur sebenarnya telah menawari para eksil ini untuk pulang. Namun mereka pada umumnya menolak karena sudah tidak punya lagi keluarga di Indonesia atau asetnya di Indonesia sudah habis.
Meskipun demikian mereka menginginkan untuk tidak dicap sebagai pengkhianat negara karena berada di luar negeri disekolahkan oleh negara.
“Tapi mereka ini hanya ingin dinyatakan mereka bukan pengkhianat. Mereka belajar, disekolahkan secara sah oleh negara. itu yang disebut orang-orang eksil karena peristiwa tahun 1965,” katanya.
“Mereka ini akan kita nyatakan sebagai warga negara yang tidak pernah mengkhianati negara. Karena untuk pengkhianatan terhadap negara itu sudah selesai di pengadilan, sudah selesai di era reformasi dimana screening dan sebagainya dihapus dan kemudian semua warga negara diberi hak yang sama di depan hukum dan pemerintahan,” pungkasnya.