TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan mengkritik kebijakan subsidi mobil listrik.
Menurut Anies, solusi untuk menghadapi tantangan lingkungan bukan dengan cara memberi subsidi mobil listrik.
Hal itu disampaikan Anies dalam pidato politik bertema 'Meluruskan Jalan, Menghadirkan Keadilan' di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Minggu (7/5/2023).
"Soal polusi udara bukanlah terletak di dalam subsidi untuk mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka-mereka yang tidak membutuhkan subsidi," kata Anies.
Lagi pula, kata Anies, penggunaan kendaraan listrik akan lebih baik jika berfokus pada kendaraan umum berbasis listrik.
"Kalau kita hitung apalagi ini contoh ketika sampai pada mobil listrik, emisi karbon mobil listrik perkapita perkilometer sesungguhnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak," ucapnya.
"Emisi perkilometer perkapita untuk mobil listrik dibandingkan dengan bus berbasis BBM. Kenapa itu bisa terjadi? Karena bus memuat orang banyak sementara mobil memuat orang sedikit," imbuhnya.
Selain itu dengan pengalaman Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, kendaraan pribadi listrik justru menambah kemacetan lantaran tidak menggantikan mobil berbasis bahan bakar fosil.
"Kendaraan pribadi berbasis listrik dia tidak akan menggantikan mobil yang ada di garasinya, dia akan menambah mobil di jalanan, menambah kemacetan di jalanan," ujarnya.
Insentif Pembelian Mobil Listrik
Pemerintah akhirnya mengetok palu insentif pembelian mobil listrik sebesar 10 persen dengan skema pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk insentif mobil listrik akan mulai diberlakukan pada 1 April.
"Besarannya 10 persen. Jadi nanti tanggal 1 April kita harapkan aturannya sudah mulai efektif. Ini butuh waktu sekitar 2 minggu untuk pembayarannya. Kalau motor mulai besok sudah bisa berlaku," tutur Luhut dalam Konferensi Pers Program Bantuan Pemerintah dan Insentif Fiskal untuk Kendaraan Listrik, Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023).
Sebagai informasi, untuk mobil listrik seperti Wuling, saat ini PPN yang berlaku adalah 11 persen di rentang harga Rp 243 juta - Rp 299,5 juta.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier, mengatakan sumber dana untuk insentif pembelian mobil listrik tidak akan bersumber dari APBN.
"Kalau mobil ini sumber dananya dari PPN Ditanggung Pemerintah (DTP). Jadi dia otomatis 10 persen PPN-nya sudah tidak ada. Projeknya dia harga berapa langsung dikurangi 10 persen dan itu sudah masuk dikantong konsumen," jelas Taufiek.
Saat ini baru ada dua pabrikan yang bisa memenuhi kriteria Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen sebagai syarat penerimaan insentif, yakni Wuling Air EV dan Hyundai Ioniq 5.
Taufiek berharap keduanya bisa menambah kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan konsumen dengan adanya insentif pembelian.
"Kita harapkan dengan ini, nanti akan kita evaluasi, artinya dia (produsen) harus nambah kapasitas," jelas Taufiek.(Tribunnews.com/Lendy Ramadhan/Chaerul Umam)