TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai perlu ada aturan khusus untuk meminimalisir kader partai ataupun calon anggota legislatif (caleg) yang kerap berpindah parpol.
Diketahui, fenomena berpindahnya sejumlah kader ataupun caleg dari satu parpol ke partai lain biasa disebut dengan istilah kutu loncat.
Anggota Dewan Pembina Perludem sekaligus Dosen Hukum Pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraeni menyebut apapun mekanisme sistem pemilu-nya, pasti ada fenomena caleg kutu loncat tersebut.
Menurutnya, aturan yang sesuai untuk menekan fenomena caleg oportunis tersebut adalah syarat minimal menetap di partai politik.
“Untuk mencegah kehadiran petualang politik oportunis atau caleg kutu loncat, apapaun pilihan sistemnya mesti disertai syarat caleg harus berstatus kader partai selama kurun waktu tertentu. Misalnya minimal 3 tahun sebelum pendaftaran caleg dilakukan,” kata Titi saat memberikan keterangan ahli di sidang Mahkamah Konstitusi, Senin (15/5/2023).
Dengan syarat minimal 3 tahun tersebut, lanjut Titi, memungkinkan partai politik menggembleng internalisasi ideologi partai ke kader jika ada caleg yang ingin bergabung.
Baca juga: Daftar Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Jokowi yang Maju Jadi Caleg di Pemilu 2024
“Pilihan yang tidak sulit apalagi rumit. Namun jadi sangat pelik saat aktor politik yang juga pembentuk Undang-Undang lebih mengedepankan kepentingan pragmatis elektoral,” tuturnya.