TRIBUNNEWS.COM - Sejak tahun 1970, setidaknya ada enam anggota TNI yang membelot ke Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Berdasarkan catatan Tribunnews.com, anggota TNI yang pertama kali bergabung yakni anggota Kostrad bernama Seth Jafeth Rumkorem.
Bahkan, ia diangkat menjadi pimpinan tertinggi Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Selanjutnya, ada mantan anggota TNI bernama Elieser Awom yang bergabung ke KKB pada tahun 1980-an.
Kemudian ada anggota TNI dari Batalyon 753 Arfai, Manokwari bernama Surabut yang bergabung ke KKB Papua pada tahun 1990-an.
Masuk ke medio 2018-2021, setidaknya ada tiga anggota TNI yang sudah bergabung ke KKB Papua yaitu Senat Soll alias Ananias Yalak (2018), Lucky Y Matuann alias Lukius (Februari 2021), dan Yotam Bugiangge (Desember 2021).
Baca juga: 6 Prajurit TNI Bergabung KKB Papua: Ada yang Jadi Pimpinan KKB hingga Anak Mayor TNI
Berkaca dari hal tersebut, apa penyebab para anggota TNI itu membelot ke KKB? Berikut penjelasan pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi kepada Tribunnews.com.
Awalnya, Khairul menjelaskan, bahwa di medan tempur, seperti terkait operasi untuk penumpasan KKB di Papua, mental prajurit tidak dapat dipukul rata.
Hal tersebut terlihat dari adanya praktik buruk yang dilakukan oknum TNI dengan bekerja sama ke KKB Papua seperti menjual senjata hingga pembelotan.
"Di medan tempur, kekuatan mental prajurit tidak bisa dianggap sama rata. Fakta, kita melihat sejumlah praktik buruk penjualan senjata dan amunisi oleh oknum prajurit pada kelompok yang mestinya mereka tumpas," katanya saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (2/6/2023).
"Selain itu, adapula sejumlah prajurit TNI yang dikabarkan telah membelot ke pihak KKB. Salah satu alasannya, tidak tahan melihat kekerasan yang dialami oleh saudara-sauradannya warga Papua," sambung Khairul.
Baca juga: Eks Anggota TNI Ditangkap di Nduga Papua, Gabung KKB hingga Sempat Tembaki Aparat Gabungan
Dengan fakta tersebut, Khairul menegaskan, bahwa peluang pembelotan seperti anggota TNI bergabung ke KKB, selalu ada dengan berbagai cara seperti intimidasi, iming-iming materi, dan alasan ideologis.
Khairul pun mengungkapkan besar kecilnya peluang terjadi pembelotan bergantung dari TNI mampu menjaga moril dan mental prajuritnya.
Selain itu, TNI juga harus mampu melakukan propaganda yang kuat dan efektif demi meraih simpati dan dukungan.
"Lalu yang paling penting adalah kemampuan menghindari terjadinya praktik buruk dan kekerasan yang tidak patut (improper violence) oleh prajuritnya di medan operasi di Papua," ujarnya.
Khairul pun menjelaskan, propaganda pemerintah terkait KKB yang dilabeli sebagai eksremis, jahat,dan pengacau masih kalah dengan propaganda dari KKB sendiri yang melabeli organisasinya sbagai wujud perjuangan pembebasan Papua dari Indonesia.
"Jadi di masa lalu, propaganda kita bahwa KKB ini adalah ekstremis jahat pengacau keamanan yang harus dibasmi agar kedamaian hadir di Papua, dapat disimpulkan belum mampu membendung propaganda lawan bahwa yang mereka lakukan adalah perlawanan atas penindasan, ketidakadilan, pembodohan, dan merupakan perjuangan untuk membebaskan warga," paparnya.
Baca juga: 2 Kali Kontak Tembak Aparat dengan KKB di Nduga Papua: 2 Orang Ditangkap, 156 Warga Mengungsi
Di sisi lain, Khairul menduga pembelotan oleh prajurit TNI dimungkinkan lantaran adanya pergulatan batin yang luar biasa selama melakukan operasi.
Keadaan tersebut, sambungnya, dapat menjadi sasaran empuk dari lawan untuk menyerang psikologis dari prajurit TNI tersebut.
Dengan kondisi tersebut, Khairul pun meminta agar Mabes TNI mampu membentengi para anggotanya mental ideologis.
"Harus mampu meyakinkan prajuritnya bahwa kekerasan yang mereka lakukan itu sepenuhnya layak dan para pelaku kejahatan memang harus ditumpas," jelasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Kelompok Bersenjata di Papua