News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengenal Suku Baduy, Minta Sinyal Internet Dihapus di Wilayah Mereka, Bawa Dampak Negatif

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Baduy Dalam mengenakan pakaian serba putih, dan Baduy Luar mengenakan pakaian hitam dan ikat kepala biru. Suku Baduy meminta supaya sinyal internet di wilayah mereka dihapus karena memberi dampak negatif.

TRIBUNNEWS.com - Warga Suku Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, meminta agar sinyal internet di wilayah mereka dihapus.

Kepala Desa Kanekes, Saija, mengungkapkan banyak warga, terutama suku Baduy Luar, memiliki ponsel pintar.

Menurut Saija, selain membawa dampak positif, sinyal internet juga menjadi faktor merosotnya moral generasi Suku Baduy.

"Dirasa mengakibatkan merosotnya moral generasi kami yang telah bisa mengakses berbagai aplikasi dan konten tidak mendidik, bertentangan dengan adat," ungkap Saija dalam surat permohonan penghapusan sinyal internet yang ditujukan pada Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, dilansir Kompas.com, Kamis (8/6/2023).

Baca juga: Warga Baduy Minta Sinyal Internet Dihapuskan dari Wilayahnya, Ini Tanggapan Pemkab Lebak

Usulan penghapusan sinyal internet itu diketahui datang dari Lembaga Adat Baduy yang anggotanya merupakan tetua adat.

Tak hanya sinyal internet, Lembaga Adat Badut juga meminta supaya aplikasi, program, dan konten negatif yang berpengaruh negatif pada moral dan akhlak generasi bangsa, dibatasi, dikurangi, atau ditutup.

"Kami selaku Lembaga Adat harus memilih dan memilah produk kemajuan tersebut agar tidak merusak dan merugikan tatanan hukum budaya kami."

"Arahan dari Lembaga Adat Baduy ada dua pemancar, satu di Cijahe dan kedua di Sobang, sinyalnya diarahkan ke luar Baduy," urai Saija.

Mengenal Suku Baduy

Warga suku Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak meminta pemerintah untuk menghapuskan sinyal internet di wilayahnya. (TribunBanten.com)

Mengutip situs resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Suku Baduy atau urang Kanekes adalah masyarakat adat dan sub-etnis dari suku Sunda di wilayah pedalaman Lebak, Banten.

Saat ini, diperkirakan ada 26.000 jiwa Suku Baduy.

Mereka bermukim di kaki pegunungan Kendeng yang berjarak sekitar 40 kilometer dari Kota Rangkasbitung.

Warga Suku Baduy mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional yang mengikuti aturan pemerintah dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat kepercataan masyarakat.

Secara sistem nasional, penduduk Suku Baduy dipimpin oleh kepala desa yang disebut jaro pamarentah, langsung di bawah camat.

Sementara, secara adat istiadat mereka tunduk pada pimpinan adat tertinggi, yaitu Pu'un.

Diketahui, mata pencaharian utama warga Suku Baduy adalah bertani padi huma.

Mereka juga memanfaatkan buah-buahan dari hutan, seperti ujian, asam keranji, serta madu hutan yang terkenal, untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Menurut jurnal berjudul Kearifan Lokal Ekologis Suku Baduy di Kanekes, Lebak, Banten yang terbit pada 20 Oktober 2022, ada tiga desa utama tempat Suku Baduy tinggal, yaitu Dikeusik, Cikertawana, dan Cikebo.

Sementara itu, mereka terdiri dari tiga kelompok, yakni Tangtu atau Kanekes atau Baduy Dalam, Panamping atau Baduy Luar, serta Dangka yang merupakan Kanekes Dalam dan Luar yang sudah tinggal menetap di luar wilayah Kanekes.

Baca juga: Media Asing Soroti Permintaan Suku Baduy Agar Sinyal Internet Diblokir di Wilayah Mereka

Yang membedakan dari kelompok-kelompok tersebut adalah cara berpakaian.

Kekhasan Suku Baduy Dalam adalah mereka mengenakan pakaian putih alami dan biru tua, serta memakai ikat kepala putih, yang dijahit sendiri.

Sementara, pakaian Suku Baduy Luar adalah baju dan ikat kepala biru gelap.

Terkadang, mereka juga mengombinasikan pakaian mereka dengan kaus oblong atau celana jeans.

1. Suku Baduy Dalam

Warga adat suku Baduy yang berada di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak meminta pemerintah menghapus sinyal internet. (TribunBanten.com/Nurandi)

Baduy Dalam selama ini sangat ketat dalam mengikuti adat istiadat.

Mereka tinggal di tiga desa, yaitu Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo.

Diketahui, Baduy Dalam tidak diperbolehkan bertemu orang asing begitu saja.

Mereka memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka, di antaranya adalah:

- Tidak menggunakan kendaraan saat bepergian;

- Tidak menggunakan alas kaki;

- Pintu rumah harus menghadap ke utara atau selatan;

- Tidak menggunakan alat elektronik.

Baca juga: Dikunjungi Anies Baswedan, Begini Reaksi Warga Baduy Luar

2. Suku Baduy Luar

Baduy Luar yang juga dikenal dengan nama Panamping biasanya tinggal di berbagai kampung mengelilingi Baduy Dalam, yaitu Cikadu, Kaduketuk, Gajeboh, hingga Cisagu.

Baduy Luar adalah mereka yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam karena beberapa alasan, seperti:

- Telah melanggar adat Baduy Dalam;

- Ingin keluar dari Baduy Dalam;

- Menikah dengan warga Baduy Luar.

Berbeda dari Baduy Dalam, Baduy Luar lebih familiar dengan dunia luar.

Banyak dari Baduy Luar yang sudah mengenal elektronik dan peralatan modern.

Selain itu, Baduy Luar juga telah menganut agama tertentu.

3. Dangka

Kelompok ketiga, Dangka, adalah Kanekes Dalam dan Luar yang tinggal di luar wilayah Kanekes, kebanyakan di Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).

Kedua daerah tersebut dianggap sebagai daerah penyangga atas pengaruh dari luar.

Baca juga: Dilihat dari Ikat Kepala, Ini Cara Membedakan Pakaian Adat Suku Baduy Dalam dan Luar

Sejarah Suku Baduy

Sejumlah warga Baduy luar berkumpul di depan rumah di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Selasa (3/8/2021). (TribunBanten.com/Marteen Ronaldo Pakpahan)

Ada beberapa versi mengenai asal-usul Suku Badut.

Menurut ahli sejarah, berdasarkan bukti seperti prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, Suku Baduy dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum runtuh pada abad 16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekarang Kota Bogor).

Sebelum Kesultanan Banten muncul, wilayah ujung barat Pulau Jawa menjadi bagian penting Kerajaan Sunda.

Karena wilayah tersebut merupakan pusat perdagangan dengan Sungai Ciujung sebagai sarana lalu lintas pembawa hasil pertanian, penguasa pun mengutus tentara kerajaan untuk menjaga dan merawat daerah sekitar sungai dan bukit gunung Kendeng.

Keberadaan tentara kerajaan inilah yang konon menjadi cikal bakal warga Suku Baduy.

Menurut versi lainnya, dikemukakan oleh Van Tricht, dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada 1928, menolak versi ptertama.

Menurutnya, Suku Baduy adalah penduduk asli daerah tersebut dan selalu menolak segala bentuk pengaruh dari luar.

Mereka sendiri juga menolak disebut sebagai keturunan dari tentara Kerajaan Sunda.

Menurut kepercayaan Suku Baduy yang dianut hingga sekarang, Suku Baduy adalah keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus turun ke bumi.

Mereka percaya Adam dan keturunannya, termasuk Suku Badut, bertugas bertapa untuk menjaga harmoni dunia.

Wisata di Baduy

Suku Baduy yang bermukim di Desa Kanekes, Banten. (Instagram/@surya_ash12 via TribunTravel)

Meski dikenal sebagai suku yang tidak terpengaruh dari luar, Suku Baduy sangat ramah kepada wisatawan.

Sebagai informasi, wisawan bisa berkunjung ke Baduy dengan beberapa syarat, seperti:

- Tidak ada listrik;

- Tidak ada kendaraan;

- Tidak diperbolehkan menggunakan barang elektronik, seperti HP;

- Penggunaan kamera benar-benar dibatasi.

Para wisatawan yang berkunjung ke Baduy diwajibkan untuk mengikuti adat istiadat dan kebiasan warga setempat.

Diketahui, Suku Baduy sudah menolak istilah wisata atau pariwisata untuk mendeskripsikan kampung mereka.

Sejak 2007, Suku Baduy memperkenalkan istilah Saba Budaya Baduy yang berarti Silaturahmi Kebudayaan Baduy.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Acep Nazmudin)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini