TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk menetapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada 10 tersangka kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian ESDM tahun anggaran 2020-2022.
Penerapan sangkaan pencucian uang diharapkan bisa mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 27,6 miliar atas dugaan korupsi tersebut.
"Tentu KPK selalu saja tidak hanya dengan fokus pemidanaan badan, tetapi sejauh mana kita bisa mengembalikan kerugian negara serta penyelamatan aset-aset," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Sabtu (17/6/2023).
"Terkait dengan itu maka KPK tentu akan mengembangkan jikalau nanti ini masuk dalam tindak pidana pencucian uang tentu akan kita lakukan," imbuhnya.
Menurut Firli, para pelaku korupsi kini tidak begitu takut dengan hukuman penjara.
Para pelaku korupsi itu, katanya, lebih takut ketika aset-asetnya dirampas.
"Karena sampai hari ini para pelaku korupsi itu lebih takut kalau seandainya harta, aset, kekayaannya dirampas oleh negara dari pada dia ditahan atau dipidanakan untuk berapa tahun," kata Firli.
"Jadi, saat ini adalah tidak ada pilihan perkara korupsi bilamana ada alat bukti yang cukup kita akan lekatkan disertakan dengan tindak pidana pencucian uang. Jadi, ini belum berakhir pekerjaan KPK," tukasnya.
KPK telah memproses hukum 10 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembayaran tukin pegawai di lingkungan Kementerian ESDM tahun anggaran 2020-2022.
10 tersangka dimaksud antara lain, Priyo Andi Gularso (PAG), Subbagian Perbendaharaan/PPSPM; Novian Hari Subagio (NHS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Lernhard Febian Sirait (LFS), Staf PPK; Abdullah (A), Bendahara Pengeluaran; dan Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Bendahara Pengeluaran.
Kemudian, Haryat Prasetyo (HP), PPK; Beni Arianto (BA), Operator SPM; Hendi (H), Penguji Tagihan; Rokhmat Annashikhah (RA), PPABP; dan Maria Febri Valentine (MFV),Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.
Dari kontruksi perkara yang disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri, diceritakan bahwa kasus bermula dari realisasi pembayaran belanja pegawai di Kementerian ESDM selama 2020 sampai 2022 sebesar Rp221.924.938.176 yang dimanipulasi para tersangka.
Komisi antikorupsi menduga proses pengajuan anggaran itu tidak disertai data dan dokumen pendukung.
"Pengkondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif di mana Tersangka PAG meminta kepada LFS agar 'dana diolah untuk kita-kita dan aman', menyisipkan' nominal tertentu kepada 10 orang secara acak, pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan," kata Firli di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2023).