TRIBUNNEWS.COM - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak nota keberatan yang dilayangkan kubu penasehat hukum eks Gubernur Papua, Lukas Enembe.
Alasannya, surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat-syarat formil dan materil.
Hal itu disampaikan majelis hakim pada sidang putusan sela Lukas Enembe terkait dugaan suap dan gratifikasi, Senin (26/6/2023).
"Surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat-syarat formil dan materil sebagaimana ketentuan pasal 143 ayat 2 A dan B Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana," ungkap Majelis Hakim yang diketuai Rianto dikutip dari Kompas Tv.
Baca juga: Pihak Keluarga Sebut Majelis Hakim Punya Perhatian Khusus Terkait Kesehatan Lukas Enembe
Dengan demikian sidang perkara Lukas Enembe tetap dilanjutkan ke tahap pembuktian dan pemeriksaan saksi-saksi.
"(Pengajuan) keberatan (yang diajukan) penasehat hukum, haruslah dinyatakan tidak diterima."
"Nota keberatan dari terdakwa Lukas Enembe dan tim penasehat hukum dinyatakan tidak diterima maka berdasarkan Pasal 156 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, maka pemeriksaan terdakwa harus dilanjutkan," kata hakim Rianto.
Selanjutnya, biaya sidang akan ditangguhkan sampai dengan putusan akhir.
Dalam persidangan hari ini Lukas Enembe hadir langsung dan didampingi tim penasihat hukumnya.
Lukas Enembe hadir menggunakan kaus kerah berwarna putih dan celana panjang hitam.
Baca juga: Jaksa Ungkap Terdakwa Lukas Enembe Terima Rp34,4 Miliar Berupa Hotel hingga Butik
Sebelumnya, Lukas Enembe didakwa jaksa penuntut umum (JPU) telah menerima hadiah atau suap sebanyak Rp 45.843.485.350 (Rp 45,8 miliar).
Rinciannya 10,4 miliar diberikan Piton Enumbi sebagai pemilik PT Melonesia Mulia dan dari Rijatono Lakka, Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo sebesar Rp 35,4 miliar.
Hal ini terkait Lukas Enembe yang terlibat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Papua.
Jaksa mengatakan, tindak pidana suap dilakukan Lukas Enembe pada rentang waktu 2017-2021.
Permufakatan jahat itu dilakukan bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua 2013-2017 Mikael Kambuaya dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 2018-2021 Gerius One Yoman.
Selain dijerat suap, Lukas Enembe Juga didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp1 miliar.
JPU menyatakan, Lukas tidak melaporkan penerimaan gratifikasi berupa uang itu kepada KPK, dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan Undang-Undang.
Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Milani Resti/Ibriza Fasti/Rina Ayu Panca Rini)