Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wali Kota Bogor yang juga Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya mengatakan banyak pekerjaan rumah yang harus disiapkan sejak dini untuk membentuk generasi Z menuju Indonesia Emas Tahun 2045.
Mengingat generasi Z, saat ini, masih anak bawang tapi mereka yang nantinya menjadi calon pengelola pemerintahan.
Hal ini disampaikan Bima dalam acara bincang buku Mimpi Tentang Indonesia yang ditulis Wakil Pemimpin Umum/mantan Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo di Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta, Selasa (25/7/2023) sore.
“Yang sekarang masih anak bawang, anak ingusan, tapi mereka nanti yang mengelola. Kita siapkannya bagaimana? Mau kita siapkan mereka di tengah kultur pragmatis dan sektarian? Nggak bisa,” kata Bima.
Bima Arya mengatakan banyak pekerjaan rumah yang harus disiapkan sejak hari ini untuk membentuk generasi Z menuju Indonesia Emas Tahun 2045.
Baca juga: Menuju Transformasi Ekonomi di Indonesia Emas 2045, Menko Airlangga Ungkap Lompatan Besar Pemerintah
Menurutnya, keberpihakan semua elemen, hari ini, termasuk pemerintah, akan menentukan kematangan para generasi muda di masa depan. Berkenaan dengan itu pula lanjut Bima, Apeksi secara serius selama dua tahun terakhir menggandeng anak muda untuk berkolaborasi bersama pemimpin kota.
“Jadi keberpihakan kita hari ini menentukan kematangan mereka di masa depan, makanya di apeksi kami sudah 2 tahun ini sangat serius menggandeng anak muda berkolaborasi bersama pemimpin kota,” katanya.
“Jadi nggak asing dengan birokrasi, nggak kayak termajinalkan dengan pemerintahan. Kita siapkan kanal kepemimpinan buat mereka, jangan sampai leadership scoutingnya itu mentok di jalur itu itu lagi. Jalur partai oke, jalur birokrasi oke, tapi harus ada jalur komunitas kreatif, harus ada jalur dari anak muda yang saat ini punya kompetensi luar biasa kalau berbicara tentang hal-hal untuk 2045,” pungkas Bima.
Angkatan Perang Ke-4
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono berbicara soal negara lain di dunia, sudah dan mulai membentuk angkatan perang ke-4, yakni angkatan perang siber, di luar dari angkatan darat, laut, dan udara.
Sedangkan Indonesia saat ini belum memikirkan kondisi perang masa depan, dan masih berkutat pada keributan di dalam negeri.
Hal ini disampaikan Hendropriyono selepas menghadiri acara bincang buku Mimpi Tentang Indonesia yang ditulis Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas/mantan Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo di Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta, Selasa (25/7/2023).
“Kita kan tidak. Boro-boro kita bangun angkatan ke-4, kita sadar aja belum,” kata Hendropriyono.
Menurutnya para penguasa terkait masih belum memikirkan perang masa depan yang berupa perang psikologi dengan medan perang dunia maya dan siber.
Namun jika masyarakat Indonesia sadar, maka pemikiran tersebut bisa menggugah para legislatif dan eksekutif untuk membicarakan hal serupa.
“Saya pikir, ini mungkin belum jadi pemikiran untuk para penguasa terkait. Tapi kalau masyarakat sadar, ini akan membawa pemikiran untuk menggugah saudara di DPR dan juga eksekutif untuk bicara soal ini,” ungkapnya.
Hendropriyono mengungkap sejumlah negara sudah membangun angkatan perang ke-4, selain angkatan udara, darat dan laut. Angkatan perang ke-4 itu adalah angkatan siber yang punya kepala staf-nya sendiri sebagaimana angkatan perang yang sudah ada.
Ia mengatakan perang psikologi atau psychological warfare dengan medan serangan di dunia maya dan siber, tidak bisa ditangani hanya oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) atau Badan Intelijen Nasional (BIN).
Angkatan perang ke-4 yang sudah dibentuk oleh sejumlah negara tersebut punya struktur berbeda dengan badan yang kini dimiliki oleh Indonesia. Bedanya, angkatan perang ke-4 punya sifat komando, sedangkan organisasi yang dimiliki Indonesia soal penanganan perang siber hanya organisasi staf.
Angkatan perang siber kata Hendropriyono, dikhususkan untuk perang dan diisi 90 persen sipil yakni para hacker atau peretas terpilih. Sedangkan badan intelijen di Indonesia umumnya justru mengurusi aspek lain seperti ekonomi politik.
Sebelumnya, Hendropriyono pun mengatakan Indonesia sepatutnya sadar bahwa era sekarang sudah berubah, dan tak boleh disikapi secara diam. Apalagi perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence kian menyulitkan membedakan mana hoaks dan mana yang benar.
“Kita harus sadar bahwa kita ini berada di era yang seperti ini, dan kita tidak bisa diam saja. Tiba - tiba kita diserang kita tidak bisa berbuat apa-apa, jangan kan bertahan, kita nggak bisa menyerang balas,” kata Hendropriyono.