Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti senior Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bertanggungjawab atas operasi tangkap tangan (OTT) Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto, yang berujung pada terseretnya Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi.
Menurutnya, pimpinan KPK telah melanggar UU KPK terkait proses hukum dugaan korupsi yang melibatkan dua anggota TNI aktif tersebut.
Baca juga: Firli Bahuri Dkk Bakal Dilaporkan ke Dewas KPK dan Komisi III DPR Imbas Kasus Kepala Basarnas
Karena itu, Feri menyebutkan pimpinan KPK tidak bisa menyalahkan anak buahnya dalam polemik penetapan tersangka.
“Sesuai ketentuan Pasal 39 ayat 2 UU KPK bahwa seluruh proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di KPK itu di bawah pimpinan KPK. Sehingga penentuan tersangka dan segala macam tentu dikoordinasi oleh pimpinan KPK,” kata Feri kepada wartawan, Sabtu (29/7/2023).
Lag-lagi, Feri menambahkan, titik kesalahan dari kisruh ini adalah pimpinan KPK. Para pimpinan KPK tidak memahami UU KPK.
Padahal, semestinya mereka harus tahu mengenai berbagai UU yang berlaku di Indonesia.
“Itu sesungguhnya kealpaan besar itu ada di pimpinan KPK yang tidak memahami juga ketentuan Pasal 42 UU KPK yang menyatakan bahwa proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan untuk perkara yang berkoneksitas itu dipimpin oleh KPK juga," kata Feri.
“Artinya, KPK tidak menyadari batasan-batasan kewenangannya, sehingga kemudian penetapan tersangka melampaui batas kewenangan, padahal mestinya dikoordinasikan dengan baik," imbuhnya.
Menurut Feri, jika pimpinan KPK paham dengan aturan, kesalahan ini tidak akan terjadi.
Dalam kasus OTT dugaan suap di proyek Basarnas ini, lanjutnya, semestinya pihak KPK terus berkoordinasi dengan TNI.
Berkoordinasi maksud Feri adalah KPK memimpin agar oditur militer dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Baca juga: Singgung OTT Basarnas, Panglima TNI Beri Pesan kepada Kabasarnas Baru: Jangan Lepas dari Induk
Feri mengatakan KPK tidak menyerahkan 100 persen kasus pada peradilan militer, tapi memastikan proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan berjalan benar.
“Meskipun semangat reformasi terhadap perjuangan korupsi menginginkan kalau kasus extraordinary crime tindak pidana korupsi itu melalui peradilan biasa, tapi secara praktik, dan berdasarkan ketentuan (Pasal) 42 tadi, mestinya KPK sadar memang KPK berwewenang untuk melakukan OTT, tapi tahapan-tahapan berikutnya harus dikoordinasikan dengan Mabes TNI," jelasnya.