"Tidak. Silakan, kita akan melaksanakan penyidikan secara terbuka. Rekan-rekan media bisa memonitor," kata dia.
"Akan aneh kalau yang pihak sipil diproses hukum (dalam) kejadian yang sama, yang pihak militer dituntaskan."
"Silakan nanti dipantau."
"Jadi nanti kita akan menegakkan aturan hukum sebagaimana mestinya," sambung dia.
Sebelumnya, ia mengatakan penetapan Henri dan Afri sebagai tersangka kasus dugaan dugaan suap dalam sejumlah proyek di Basarnas oleh KPK menyalahi ketentuan.
Ketentuan yang dimaksud adalah Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Jadi menurut kami apa yang dilakukan KPK menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan," kata dia.
Kepala Babinkum TNI Laksda Kresno Buntoro juga menjelaskan setiap tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit aktif tunduk pada ketentuan UU tersebut dan UU nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam UU peradilan militer, kata dia, telah diatur mengenai penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan, hingga pelaksanakan eksekusi.
Selain itu, diatur juga dengan tegas terkait penyelidikan, penangkapan, dan penahanan.
Khusus untuk penahanan prajurit aktif, lanjutnya, ada tiga institusi militer yang punya kewenangan.
Tiga institusi tersebut, kata dia, adalah atasan yang berhak menghukum (Ankum), Polisi Militer, dan Oditur Militer.
"Jadi selain tiga ini, itu tidak punya kewenangan melakukan penangkapan dan penahanan," kata dia.
"Selanjutnya akan diproses oleh Puspom dalam hal ini sebagai penyidik dan kemudian dilimpahkan ke Jaksa Militer yang dikenal dengan Oditur Militer, selanjutnya melalui persidangan dan anda tahu semua, di peradilan militer itu, itu sudah langsung di bawah teknis yudisialnya Mahkamah Agung. Jadi tidak ada yang bisa lepas dari itu," sambung Kresno.