TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu tersangka terduga penyuap Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan, mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Senin (31/7/2023).
Mulsunadi sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka bersama dua tersangka penyuap lainnya.
Dua tersangka dimaksud, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil telah dilakukan penahanan. Sementara, Mulsunadi Gunawan belum.
"Betul, informasi yang kami terima, hari ini senin (31/7), 1 tersangka pihak swasta atas nama MG (Mulsunadi) dalam perkara dugaan suap pengadaan di Basarnas RI hadir ke KPK dengan didampingi pengacara Juniver Girsang," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (31/7/2023).
Saat ini tim penyidik KPK sedang melakukan pemeriksaan terhadap Mulsunadi Gunawan.
"Tim penyidik segera lakukan pemeriksaan dan kami pastikan, hak-hak tersangka kami penuhi sesuai ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana para tersangka KPK lainnya," kata Ali.
Diketahui KPK menetapkan Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap pelbagai pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023. Mereka merupakan tersangka penerima suap.
Sementara yang berperan sebagai pemberi suap yaitu, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
KPK menduga Henri Alfiandi menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari para vendor pemenang lelang proyek di Basarnas pada periode 2021-2023.
Tiga vendor di antaranya, adalah PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya, dan PT Kindah Abadi Utama (KAU).
Henri mengondisikan dan menunjuk PT MGCS dan PT IGK sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Sedangkan PT KAU diplot menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
KPK mensinyalir terjadi deal pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh Henri Alfiandi.
Komisaris Utama PT MGCS Mulsunadi Gunawan kemudian meminta Direktur Utama PT IGK Marilya menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai kepada Afri, di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.
Kemudian, Direktur Utama PT KAU Roni Aidil menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai "Dako" (Dana Komando) untuk Henri Alfiandi ataupun melalui Afri Budi Cahyanto.
Baca juga: Kendaraan Tak Biasa Kabasarnas Henri Alfiandi, Ada Off-road FIN KOMODO hingga Pesawat Pribadi
Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil dinyatakan sebagai pemenang tender.
Marilya, Roni Aidil, dan Mulsunadi sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Marilya dan Roni Aidil masing-masing telah ditahan di rutan KPK selama 20 hari pertama.