TRIBUNNEWS.COM - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan tak ada intervensi anggota TNI ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus dugaan suap Kepala Basarnas Marsekal Muda (Marsda) TNI Henri Alfiandi.
Justru, pihaknya mengirimkan pakar-pakar hukum TNI ke KPK untuk berkoordinasi mengungkap kasus dugaan suap Henri Alfiandi, bersama.
"Saya selalu tunduk kepada Undang-undang dan soal intervensi, itu tidak pernah (kami lakukan)."
"Yang kita kirim ke KPK kemarin adalah pakar-pakar hukum kita dan TNI S.H., M.H. (Sarjana Hukum dan Magister Hukum), juga Danpom AD, AL, AU SH semua (Sarjana Hukum), Babinkum S.H., M.H. (Sarjana Hukum dan Magister Hukum)," ungkap Yudo Margono dikutip dari Kompas Tv.
Dijelaskan Yudo margono, jika TNI ingin melakukan intervensi, maka yang dikirimkan pasti pasukan TNI, bukan para pakar hukum.
Baca juga: Kepala Basarnas dan Koorsmin Ditahan Puspom TNI, Firli Bahuri: OTT KPK Sesuai Prosedur
"Jadi jika saya intervensi, pasti saya gunakan pasukan ke situ."
"Kalau kemarin tidak, itu untuk koordinasi dan sesama aparat hukum silahkan koordinasi yang baik," sambung Yudo Margono.
TNI, kata Yudo Margono, tidak akan melindungi yang salah dan tidak akan pandang bulu terhadap siapa yang salah pasti akan menerima hukuman.
"TNI tidak akan melindungi yang salah, tadi malam sudah saya perintahkan dan bersama dengan Ketua KPK menyatakan bahwa yang bersangkutan langsung ditetapkan supaya tersangka."
"Kemarin saya juga sudah tanda tangan untuk dilaksanakan penahanan dan itu sudah dilaksanakan semua, termasuk menyampaikan kepada Pak Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD bahwa di TNI tidak ada intervensi politik," tegas Yudo Margono.
Baca juga: Nasib Eks Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi, Terancam 20 Tahun Penjara, Kini di Tahanan Militer
Respons Mahfud MD
Merespons hal itu, Mahfud MD menjelaskan prajurit TNI harus diadili di peradilan militer.
Itu mengacu Undang-Undang nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer semua jenis tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI memang harus diadili di peradilan militer.
Namun, pada tahun 2004 lahir Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI diatur bahwa untuk tindak pidana umum yang dilakukan prajurit TNI diadili di peradilan umum, sedangkan tindak pidana militer yang dilakukan prajurit TNI diadili oleh peradilan militer.
Dijelaskan Mahfud, pasal tersebut baru berlaku apabila sudah ada Undang-Undang tentang peradilan militer yang baru.
Sehingga, kata dia, sebelum ada undang-undang tentang peradilan militer yang baru maka yang masih berlaku UU yang lama.
"Jadi sudah tidak ada masalah, tinggal masalah koordinasi (antara KPK dan TNI)," kata Mahfud pada Selasa (1/8/2023).
Baca juga: Kepala Basarnas Henri Alfiandi Terancam Hukuman Penjara Seumur Hidup
KPK akan Koordinasi Bareng TNI
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjelaskan penahanan Henri dan Afri oleh TNI membuktikan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang sebelumnya dilakukan tidak melanggar aturan.
"Hal ini membuktikan bahwa KPK bekerja secara profesional, penetapan 5 tersangka dalam operasi tangkap tangan oleh KPK dilakukan secara profesional, prosedural, legal, dan dilakukan sesuai dengan tata cara hukum acara dan peraturan perundang-undangan," kata Firli, Selasa (1/8/2023).
Seperti diketahui, KPK melakukan OTT terhadap sejumlah pihak, termasuk Afri Budi pada Selasa (25/7/2023).
Keduanya lantas ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Henri Alfiandi dan Afri juga telah ditahan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI pada Senin (31/7/2023) kemarin.
Sementara ketiga orang lainnya yang berperan sebagai pemberi suap juga sudah ditahan.
Mereka ialah Komisaris Utama PT Multi Gtafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG); Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA).
Dengan demikian, lanjut Firli, proses penegakan hukum terhadap para tersangka tak perlu lagi menjadi polemik.
"Selanjutnya KPK dan TNI akan menuntaskan perkara korupsi pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021 sampai dengan 2023," jelas Firli.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Gita Irawan/Ilham Rian Pratama)