News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komisi VII DPR Minta BPK Audit Besaran Gaji Ahok Sebagai Komisaris Utama Pertamina

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Anggota DPR meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit struktur gaji serta tunjangan Komisaris Utama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mencapai miliaran rupiah per bulan.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit struktur gaji serta tunjangan Komisaris Utama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mencapai miliaran rupiah per bulan.

Ia menuturkan, BPK perlu memeriksa apakah penetapan besaran gaji Ahok selama ini sudah sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

"Pertamina juga sebaiknya mengklarifikasi pemberitaan mengenai gaji Komisaris Utama Pertamina yang viral di medsos dan media massa lainnya. Apa benar gaji Ahok dan anggota komisaris lainnya sebesar Rp8.3 miliar. Kalau berita ini benar maka sungguh ironis sekali," kata Mulyanto.

Mulyanto mengaku prihatin bila besaran gaji Komisaris dan Direksi Pertamina mencapai miliaran rupiah per bulan. Sebab, besaran gaji yang diterima tidak sebanding dengan prestasi yang dihasilkan.

Apalagi, Pertamina masih menyisakan PR besar yang belum selesai, seperti realisasi lifting minyak yang terus turun meskipun target sudah dikurangi setiap tahun, kebakaran kilang minyak di beberapa tempat hingga sering terjadi kekosongan pasokan BBM dan kelangkaan gas melon 3kg seperti yang baru-baru ini terjadi di beberapa wilayah

"Itu semua menjadi bahan cemoohan masyarakat. Apalagi Dirut Pertamina baru saja mengumumkan bahwa tahun lalu (2022) Pertamina mencapai keuntungan terbesar sepanjang sejarah. Artinya, keuntungan yang besar dari Pertamina itu dinikmati secara seenaknya oleh elit Pertamina," ujar Mulyanto.

Harusnya, kata Mulyanto, sesuai konstitusi kekayaan alam yang dikuasai negara digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Bukan kemakmuran segelintir orang para pengurus BUMN Migas.

Ia menjelaskan jangan sampai penerimaan negara dari sumber daya alam kita dinikmati dan menjadi bancakan oleh segelintir penguasa.

"Ini melukai rasa keadilan kita, di tengah masyarakat yang kesulitan karena kelangkaan gas melon 3 kg bersubsidi serta harga BBM yang kembali merangkak naik," tegas Mulyanto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini