TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesaksian mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi terkait perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO serta produk turunannya, termasuk minyak goreng takkan dikejar oleh tim penyidik Kejaksaan Agung.
Pihak Kejaksaan Agung pun sudah mengetahui bahwa Lutfi sedang berada di luar negeri. Oleh sebab itu, tak mudah untuk meminta keterangannya terkait perkara ini.
"Kalau umpama bisa ditinggal (keterangannya), karena beliau diluar kan," kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah kepada Tribunnews.com, Jumat (4/8/2023).
Alasan kesaksian M Lutfi akan diabaikan begitu saja, karena Kejaksaan sedang berupaya mengebut pemberkasan perkara ini atas nama tiga tersangka korporasi: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Secara teknis, menurut Febrie, nantinya jaksa dapat membuat nota pendapat bahwa pembuktian telah cukup terkait tiga tersangka korporasi tersebut.
"Yang jelas anak-anak saya suruh percepat pemberkasan untuk masing-masing korporasi. Kalau seandainya kan Pak Lutfi gak dateng tuh, sampai sebatas mana korporasi ini diyakini, akan segera kita sidangkan," katanya.
Sebelumnya, tim penyidik Jampidus Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa eks Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi telah dijadwalkan untuk diperiksa sebagai pada Rabu (2/8/2023).
"Kalau di surat panggilan kami, Lutfi besok, Hari Rabu," ujar Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo kepada Tribunnews.com, Selasa (1/8/2023) malam.
Surat pemanggilan M Lutfi pun sudah dikirim sejak Kamis (27/7/2023).
Pengiriman surat pemanggilan itu tak sampai sepekan setelah mantan atasannya, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto diperiksa terkait perkara yang sama, yaitu pada Senin (24/7/2023).
Saat itu Airlangga telah dicecar 46 pertanyaan selama 12 jam oleh tim penyidik.
Belum dapat dibeberkan lebih lanjut materi pemeriksaan Airlangga Hartarto pada hari tersebut.
Namun dipastikan, satu di antaranya mengenai kebijakan semasa kelangkaan produk CPO dan turunannya di pasar domestik.
"Yang jelas, inti pemeriksaan kami untuk mengetahui sejauh mana tindakan penanggulangan dari Kementerian Koordinator Perekonomian dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus pada Jaksa Agung Muda Bidan Tinda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (24/7/2023).
Baca juga: Penyidik Kejaksaan Agung Jadwalkan Pemeriksaan Eks Mendag M Lutfi Hari Ini
Terkait perkara korupsi minyak goreng ini, sudah ada tiga tersangka korporasi pada penyidikan jilid 2, yakni: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Sementara para terdakwa perorangan hasil penyidikan jilid 1 yang kini telah menjadi terpidana, telah divonis hukuman berbeda-beda oleh Majelis Hakim.
Mereka ialah: mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; General Manager PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Penasihat Kebijakan Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati.
Pada pengadilan tingkat pertama, Indrasari Wisnu Wardhana dijatuhi hukuman tiga tahun penjara
Kemudian Master Parulian dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara.
Lalu Lin Che Wei, Stanley MA, dan Pierre divonis satu tahun penjara.
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman berupa denda. Masing-masing dijatuhi hukuman denda Rp 100 juta atau penjara dua bulan.
Kemudian dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis pada pengadilan tingkat pertama.
Sementara dalam tingkat kasasi, Majelis memutuskan untuk memperberat hukuman kelimanya.
Majelis Kasasi menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair 6 bulan kurungan bagi Indra Sari Wisnu Wardhana.
Kemudian Lin Che Wei divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Adapun Master Parulian dan Pierre Togar Sitanggang dijatuhi hukuman 6 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Sementara Stanley MA menjadi terpidana yang paling ringan vonis kasasinya, yaitu 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan.