TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1/2023).
Survei ini menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen, di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di 2022.
Hasil SSGI ini untuk mengukur target stunting di Indonesia.
Sebelumnya SSGI diukur 3 tahun sekali sampai 5 tahun sekali.
Dari data yang dikutip sehatnegeriku.kemkes.go.id/2023 ini, Menkes mengatakan mulai 2021 SSGI dilakukan setiap tahun.
Penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang (kronis).
Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan.
Hal ini dapat dideteksi apabila ada rekam jejak dari ibu hamil dan bayinya.
Penyelenggaraan layanan kesehatan masyarakat mulai dari Posyandu, Puskesmas sampai Rumah Sakit merupakan kegiatan yang membutuhkan proses pencatatan yang runtut dan detail serta pengolahan yang berkelanjutan.
Data seperti pengelolaan registrasi pasien, angka tumbuh kembang, data rekam medis pasien, Farmasi, Keuangan dan Laporan eksekutif menjadi sangat penting.
Demi mempermudah pencatatan rekam medis secara kontinyu dan dapat dengan mudah diolah tersebut maka layaknya sistem tersebut dapat berupa platform digital yang mudah diakses dan digunakan.
PLN Icon Plus memiliki layanan dalam grup Sistem Informasi Kesehatan yang terdiri dari 2 bagian.
Pertama, layanan bernama E-Balita. Layanan tersebut merupakan sebuah sistem informasi pemantauan status gizi balita sebagai upaya deteksi dini penanggulangan stunting.
Selain itu untuk melengkapi fasilitas kesehatan di level lebih lanjut, PLN Icon Plus juga membangun aplikasi kedua yang bernama SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit).