Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus berupaya memberikan kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat sebagai bagian dari kekayaan bangsa.
Dalam upaya pemenuhan tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan yang dikumpulkan dalam wadah Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Raja Juli Antoni mengatakan, landasan konstitusional yang ada sejauh ini sudah sangat mencukupi untuk mengakui keberadaan masyarakat hukum adat.
“Masalahnya justru ada di peraturan turunan dan operasionalisasinya banyak konflik interest yang kemudian nilai-nilai normatif yang tercantum secara konstitusional itu tidak bisa diimplementasikan,” kata Raja Juli Antoni.
Baca juga: PSI Tak Daftarkan Nama Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni Jadi Caleg Pemilu 2024, Ini Alasannya
Hal dalam Webinar GTRA Summit 2023 #RoadtoKarimun Series 10 yang bertema “Mewujudkan Kepastian Hukum dan Pemenuhan Hak Masyarakat Hukum Adat”.
Dirinya kemudian menjelaskan salah satu upaya yang sedang dilakukan Kementerian ATR/BPN dalam rangka memperbaiki hal tersebut ialah merevisi Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.
“Permen ini adalah satu bagian dari Kementerian ATR/BPN untuk mem-breakdown secara lebih detail bagaimana mengoperasionalisasikan ide-ide idealitas tadi menjadi konkret dalam realitas,” tutur Raja Juli Antoni.
Direktur Pengaturan Tanah Komunal, Hubungan Kelembagaan dan PPAT Kementerian ATR/BPN, Iskandar Syah berpendapat, sejauh ini aturan yang sudah ada belum optimal dalam mendaftarkan tanah ulayat.
“Hal ini karena belum ada data komprehenif dari keberadaan tanah ulayat dan juga belum ada tata caranya,” jelasnya.
Maka dari itu, sebagai upaya awal mendaftarkan tanah ulayat, Kementerian ATR/BPN membuat beberapa pilot project terkait masyarakat hukum adat di beberapa daerah dengan menggandeng sejumlah universitas.
“Dari beberapa pilot project di Sumatra Barat, Papua, dan Papua Barat itu nantinya kita melakukan pengukuran dan pemetaan, dan itu dapat diterbitkan HPL (Hak Pengelolaan, red) untuk tanah ulayat tersebut,” pungkas Iskandar Syah.