Bapak, Ibu yang saya muliakan,
Posisi Presiden itu tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan.
Dengan adanya media sosial seperti sekarang ini, apapun bisa disampaikan kepada Presiden, mulai dari masalah rakyat di pinggiran, sampai kemarahan, sampai ejekan, bahkan makian dan fitnahan bisa dengan mudah disampaikan dengan media sosial.
Saya tahu, ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Firaun, tolol. Ya, ndak apa-apa. Sebagai pribadi, saya menerima saja. Tapi, yang membuat saya sedih, budaya santun dan budi pekerti luhur bangsa ini tampak mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini, sekali lagi, polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia.
Memang tidak semua seperti itu. Saya melihat mayoritas masyarakat juga sangat kecewa dengan polusi budaya tersebut. Cacian dan makian yang ada justru membangunkan nurani kita semua, nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik, bersatu menjaga mentalitas masyarakat, sehingga kita bisa tetap melangkah maju, menjalankan transformasi bangsa menuju Indonesia Maju, menuju Indonesia Emas 2045.
Ini yang bolak-balik saya sampaikan di setiap kesempatan. Bahwa Indonesia saat ini punya peluang besar untuk meraih Indonesia Emas 2045, meraih posisi menjadi negara 5 besar kekuatan ekonomi dunia. Kita punya kesempatan.
Tidak hanya peluang saja, tapi strategi untuk meraihnya sudah ada, sudah dirumuskan. Tinggal apakah kita mau memfokuskan energi kita untuk bergerak maju, atau justru membuang energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah, bahkan yang membuat kita melangkah mundur.
Baca juga: Jokowi: Buah Manis Hilirisasi 10 Tahun, Pendapatan Per Kapita akan Sentuh Rp 153 Juta
Bapak, Ibu, Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Para hadirin yang saya muliakan,
Bonus demografi yang akan mencapai puncak di tahun 2030-an adalah peluang besar kita untuk meraih Indonesia Emas 2045. Enam puluh delapan persen adalah penduduk usia produktif. Di sinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita.
Selanjutnya, peluang besar yang kedua adalah international trust yang dimiliki Indonesia saat ini, yang dibangun bukan sekadar melalui gimmick dan retorika semata, melainkan melalui sebuah peran dan bukti nyata keberanian Indonesia dalam bersikap.
Momentum Presidensi Indonesia di G20, Keketuaan Indonesia di ASEAN, konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM, kemanusiaan, dan kesetaraan, serta kesuksesan Indonesia menghadapi krisis dunia 3 tahun terakhir ini, telah mendongkrak dan menempatkan Indonesia kembali dalam peta percaturan dunia.
Dan, di tengah kondisi dunia yang bergolak akibat perbedaan, Indonesia dengan Pancasila-nya, dengan harmoni keberagamannya, dengan prinsip demokrasinya, mampu menghadirkan ruang dialog, mampu menjadi titik temu, dan menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.
Lembaga think tank Australia, Lowy Institute, menyebut Indonesia sebagai middle power in Asia, dengan diplomatic influence yang terus meningkat tajam. Dan, Indonesia termasuk 1 dari 6 negara Asia yang mengalami kenaikan comprehensive power.
Tapi kemudian ada yang bilang, memang kenapa dengan international trust yang tinggi. Rakyat kan makannya nasi. International trust tidak bisa dimakan. Ya memang tidak bisa. Sama seperti jalan tol, tidak bisa dimakan, ya memang. Nah, ini contoh menghabiskan energi untuk hal tidak produktif. Tapi tidak apa-apa, saya malah senang. Memang harus ada yang begini-begini, supaya lebih berwarna, supaya tidak monoton dunia ini.
Bapak, Ibu yang saya muliakan,
Dengan international trust yang tinggi, kredibilitas kita akan lebih diakui, kedaulatan kita akan lebih dihormati. Suara Indonesia akan lebih didengar sehingga memudahkan kita dalam setiap bernegosiasi.
Peluang tersebut harus mampu kita manfaatkan. Rugi besar kita jika melewatkan kesempatan ini, karena tidak semua negara memilikinya dan belum tentu kita akan kembali memilikinya.