News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menkumham: Eksil Peristiwa 1965 Berhak Dapat Visa Multiple Years Gratis

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly menghadiri konferensi yang diselenggarakan oleh Pusat Internasional untuk Studi Hukum dan Agama, Universitas Brigham Young, bekerja sama dengan Sekolah Hukum Notre Dame dan Universitas Oxford dengan tema 'Perspektif Peradaban mengenai Martabat Manusia (Civilizational Perspectives on Human Dignity)'.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly mengungkapkan bahwa para eksil korban peristiwa 1965 berhak memperoleh visa multiple years secara cuma-cuma.

Visa tersebut merupakan hak bagi para korban pelanggaran HAM berat peristiwa 1965 yang masih berada di luar negeri.

Mereka akan memperoleh fasilitas keimigrasian tersebut tanpa dibebankan biaya PNBP.

"Kami akan memberikan fasilitas keimigrasian kepada bapak ibu dengan PNBP nol, artinya tidak perlu bayar, biar negara yang tanggung itu," kata Yasonna Laoly dalam Pertemuan dengan Korban Pelanggaran HAM Berat di Belanda, Minggu (27/8/2023).

Artinya, mereka dapat keluar-masuk Indonesia selama 5 tahun tanpa dikenakan PNBP.

Kemudian setiap 60 hari, visa tersebut akan diperpanjang oleh pihak keimigrasian.

"Kita beri waktu bisa 5 tahun multiple entry, datang berkali-kali. Setiap datang kita kasih 60 hari diperpanjang, datang lagi berkali-kali, bisa," ujar Yasonna.

Dengan memegang visa multiple years itu, nantinya para korban bisa memperoleh izin tinggal terbatas (ITAS).

"Kalau nanti sudah berwaktu-waktu di sana, ingin memohonkan ITAS, bisa kita berikan itas, ijin tinggal sementara dgn PNBP nol, gratis," katanya.

Dengan tinggal di Indonesia secara berturut-turut selama 5 tahun, nantinya akan membuka kesempatan bagi mereka untuk menjadi warga negara Indonesia. Sebab sebelumnya, para korban pelanggaran HAM berat di luar negeri telah dicabut kewarga negaraannya oleh rezim terdahulu.

"Dengan ada ITAS ini dulu, tinggal 5 tahun berturut-turut, 10 tahun, itu bisa kita jadikan dasar permohonan kewarganegaraan," ujar Yasonna.

Meski demikian, permohonan kewarga negaraan itu hanya bisa dilakukan dengan kondisi korban melepas kewarga negaraannya yang lain.

Karena hingga kini, peraturan di Indonesia belum memperkenankan adanya dwi kewarga negaraan.

Baca juga: Kunjungi Pameran Temu Bisnis Tahap VI dan ICEF, Yasonna Laoly Disambut Antusiasme Exhibitor

"Saya berkali-kali pergi ke luar negeri mendengar Diaspora Indonesia atas keinginannnya utk dwi kewarganegaraan, tapi sampai sekarang belum bisa karena masih terjadi perdebatan di parlemen," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini