Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) harusnya tidak mencampuri urusan ihwal batas usia minimum calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, yakni DPR.
Hal ini disampaikan pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, saat memberikan keterangannya sebagai pihak terkait dalam sidang lanjutan perkara uji materiil aturan batas minimum usia capres cawapres di MK, Selasa (29/8/2023).
"Perdebatan mengenai batas usia minimum untuk dipilih harus tetap dibiarkan dalam wilayah kebijakan, bukan dipindah ke wilayah konstitusional," jelas Bivitri.
Jika MK turut dalam hal memberikan putusan, fleksibilitas yang mengikuti kontekstualisasi akan hilang karena nanti batas usia menjadi isu konstitusional.
"Inkonsistensi ini sudah terlihat dalam permohonan a quo yang jika diadopsi mahkamah menurut saya akan membuka inkonsistensi putusan mahkamah," jelas Bivitri.
Baca juga: MK Bolehkan Kampanye di Lembaga Pendidikan, Menko PMK: Mahasiswa Sudah Punya Hak Pilih
Pemohon, lanjutnya, mengemukakan pendapat mengenai keadilan dan diskriminasi.
Jika proposisi utamanya dalam silogisme adalah pembatasan umur menimbulkan diskriminasi bagi sebagian warga negara Indonesia yang berusia di bawah 40 tahun, maka seharusnya dalam silogisme itu, kesimpulannya adalah menurunkan sama sekali batasan umur.
"Sebab jika ditentukan maka diskriminasi tetap terjadi hanya pindah ke orang-orang yang di bawah 35 tahun," katanya.
Sebagaimana diketahui hari ini MK sedang menggelar sidang ihwal batasan usia capres cawapres.
Baca juga: Denny Indrayana Desak Ketua MK Anwar Usman Mundur dari Perkara Usia Cawapres, Ini Alasannya
Adapun perkara yang diajukan ialah nomor 29/PUU-XXI/2023 oleh PSI yang meminta usia capres/cawapres minimal 35 tahun.
Digabung juga sidang 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda yang meminta usia capres/cawapres 40 tahun atau pernah menjabat di bidang pemerintahan.
Serta perkara 55/PUU-XXI/2023 juga digabung yang diajukan oleh sejumlah kepala daerah.
Mereka meminta agar capres/cawaprers minimal 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.