News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

MK Tolak Permohonan Mantan Ketua KPU Dogiyai yang Persoalkan Timsel Pemilihan Inkompeten

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MK Tolak Permohonan Mantan Ketua KPU Dogiyai yang Persoalkan Timsel Pemilihan Inkompeten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konsitusi menolak permohonan perkara Nomor 74/PUUXXI/2023, Rabu (30/8/2023). 

"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua hakim konstitusi Anwar Usman di ruang sidang MK. 

Adapun perkara ini diajukan oleh Osea Petege, mantan Ketua KPU Kabupaten Dogiyai, Papua. 

Ia menganggap UU Pemilu telah menghambat dirinya mengikuti kembali seleksi pemilihan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota. 

Ia menguji pasal 23 ayat (1), 28 ayat (1), 31 ayat (1), 32 ayat (1), 33 ayat (1), 34 ayat (1), Pasal 37 ayat (4), dan Pasal 39 ayat (3) UU Pemilu.

Norma-norma yang digugat tersebut terkait mekanisme pencalonan, pemilihan, dan penetapan yang didalilkan dilakukan secara sentralistik oleh tim seleksi yang berada di bawah kendali KPU Pusat.

Dalam persidangan sebelumnya, pemohon melalui kuasa hukumnya, Angela Claresta Foek, menjelaskan, proses seleksi anggota KPU menjadi pintu gerbang untuk mewujudkan proses pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 

Menurutnya, kegagalan untuk menghasilkan anggota KPU yang berintegritas di tingkat pusat sudah tentu akan berpengaruh dan mempengaruhi kualitas penyelenggara pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Angela mengatakan, pasal-pasal yang diujikan tersebut menyebabkan ketidaksetaraan terhadap akses kesempatan untuk menjadi anggota KPU Kabupaten/Kota karena seluruh mekanisme pencalonan, pemilihan, dan penetapan dilakukan secara sentralistik oleh tim seleksi yang berada di bawah kendali KPU Pusat. 

Menurut pemohon, tim seleksi dan proses pemilihan yang diselenggarakan oleh KPU Pusat untuk memilih calon anggota KPU Kabupaten/Kota memiliki karakteristik sentralisasi sehingga calon-calon KPU Kabupaten/Kota terpilih cenderung menjadi representasi pusat dan tidak memahami kondisi dan kekhususan yang terjadi pada masyarakat di daerah.

Hakim konstitusi Suhartoyo mengatakan MK memahami maksud dan tujuan permohonan pemohon yang mendalilkan inkonstitusional norma dari pasal yang diuji dengan mendasarkan pada argumentasi pemenuhan prinsip desentralisasi dijamin dalam Pasal 18 UUD 194.

Di mana menurut pemohon pengorganisasian KPU sampai di daerah semestinya mengikuti prinsip desentralisasi tersebut terdapat kesetaraan. 

"Terkait dengan dalil pemohon a quo, penting bagi mahkamah menegaskan, pola pengorganisasian KPU tidak bisa dan tidak boleh dipersamakan dengan pola pengorganisasian dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah," ujar Suhartoyo. 

Lebih lanjut, Suhartoyo menjelaskan KPU adalah lembaga penyelenggara pemilu yang didesain bersifat mandiri namun terikat dalam garis hierarki hingga KPU RI. Terlebih lagi dalam institusi KPU terdapat sifat nasional.

Baca juga: Sejumlah Gugatan UU Pemilu di MK Berpotensi Ubah PKPU Jika Dikabulkan, Baik atau Buruk?

"Hal ini dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan pemilu terdapat satu kesatuan sistem," jelasnya.

Oleh karena itu, kewenangan KPU RI untuk membentuk tim seleksi anggota KPU, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota tidak dapat dilepaskan dari desain hierarkis sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat (13) UU 7/20217. 

Atas hal itu, MK pun menilai pasal yang diuji tidak menimbulkan persoalan konstitusionalitas. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini