Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menyikapi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengizinkan pernikahan beda agama setelah terbitnya SEMA Nomor 2 Tahun 2023.
Adapun Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 2 Tahun 2023 meminta hakim menolak permohonan pernikahan beda agama.
"Terkait permohonan penetapan perkawinan antar-umat yang berbeda agama, Mahkamah Agung telah menerbitkan pedoman sebagaimana termuat dalam SEMA Nomor 02 Tahun 2023 yang pada pokoknya melarang Pengadilan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi, dalam keterangannya, yang diterima Tribunnews.com Kamis (31/8/2023).
Sobandi menjelaskan, dalam Pembinaan Teknis dan Administrasi bagi Pimpinan, pada tanggal 28 Agustus 2023 di Banjarmasin, Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung Takdir Rahmadi menerangkan, bahwa dalam proses penyusunan SEMA Nomor 02 Tahun 2023, Kelompok Kerja (Pokja) MA telah melibatkan para stakeholder terkait.
"Antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh agama dan pemuka agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha untuk menyerap aspirasi dengan tetap mempedomani ketentuan Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan," terang Sobandi.
Ia menambahkan, SEMA Nomor 2 Tahun 2023 juga telah sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XX/2022 tanggal 31 Januari 2023.
Baca juga: Pengadilan Jakarta Utara Tetap Izinkan Pernikahan Beda Agama
"Yang pada pokoknya dalam pertimbangan hukum putusan tersebut menyatakan norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak bertentangan dengan prinsip jaminan hak memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif, hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum," jelas Sobandi.
Sobandi juga angkat bicara terkait isu pelanggaran HAM terhadap pelarangan perkawinan antar-umat yang berbeda agama.
"Dapat diterangkan bahwa implementasi HAM di Indonesia berbeda dengan HAM di negara-negara sekuler, dimana HAM di Indonesia tetap mengacu kepada Pancasila sebagai norma dasar pembentukan hukum yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) yang meminta hakim untuk tidak mengizinkan pencatatan pernikahan beda agama.
Faktanya, hakim tetap mengizinkan pernikahan beda agama, seperti yang diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).
SEMA Nomor 2/2023 itu ditandatangani Ketua MA Syarifuddin pada 17 Juli 2023. Belakangan, sepasang kekasih mengajukan permohonan pernikahan beda yaitu pria GA dan perempuan RY.
GA beragama Katolik dan RY beragama Protestan.