Laporan Wartawan Tribunnews.com Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Muhammadiyah turut merespons kericuhan yang terjadi Pulau Rempang.
Muhammadiyah meminta Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco City dihentikan lantaran bermasalah.
"Meminta Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco-City sebagai PSN," tulis keterangan yang diterima Tribunnews.com, Kamis (14/9/2023).
PP Muhammadiyah mengecam kebijakan pemerintah untuk menggusur masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau untuk kepentingan industri swasta.
Baca juga: Bentrok Pulau Rempang, Legislator PAN Dorong Pemda Kembali Lakukan Dialog dengan Masyarakat
"Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau untuk segera membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan serta menarik seluruh aparat bersenjata dari lokasi konflik," tulis keterangan tersebut.
Muhammadiyah juga mendesak Pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati serta mengedepankan perspektif HAM, mendayagunakan dialog dengan cara-cara damai yang mengutakaman kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi.
Ditegaskan bahwa Proyek Rempang Eco-city merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sangat bermasalah.
Lantaran, payung hukum baru disahkan pada tanggal 28 Agustus 2023, melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Proyek ini tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak.
Hampir dalam setiap Pembangunan PSN di Indonesia, pemerintah selalu melakukan mobilisasi aparat secara berlebihan yang berhadapan dengan masyarakat.
Baca juga: Menteri ATR/BPN sebut Masyarakat yang Tinggal di Pulau Rempang Tidak Miliki Sertifikat
Diketahui, pengusaha nasional dan investor dari Malaysia serta Singapura, dengan PT MEG (Grup Artha Graha milik Tommy Winata) dipilih untuk mengelola dan mengembangkan kawasan tersebut selama 30 tahun, yang dapat diperpanjang hingga 80 tahun.
Meskipun proyek ini memiliki potensi besar untuk menarik investasi hingga Rp 318 triliun hingga 2080, rencana ini menyebabkan warga tergusur, termasuk permukiman warga asli dan 16 kampung tua yang telah ada sejak 1834.
Lebih jauh, dalam PSN, pengadaan tanahnya terindikasi kerap merampas tanah masyarakat yang tidak pernah diberikan hak atas tanah oleh pemerintah.
Mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk bertanggungjawab melakukan pemulihan kepada perempuan dan anak-anak terdampak brutalitas aparat kepolisian, dan segala bentuk represi dan intimidasi oleh aparat pemerintah.