Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan juru bicara KPK Febri Diansyah pada hari ini.
Febri diagendakan untuk bersaksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
"Sebagai bagian pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik KPK, pemanggilan berbagai pihak sebagai saksi sudah mulai teragendakan. Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan saksi Febri Diansyah (pengacara)," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (2/10/2023).
Tak hanya Febri, tim penyidik juga memanggil satu eks pegawai KPK lainnya, yakni Rasamala Aritonang.
Baca juga: 12 Pucuk Senjata Api Ditemukan di Rumah Dinas Syahrul Yasin Limpo, Mahfud MD: Usut Tuntas
Selain Febri dan Rasamala, penyidik KPK turut memanggil mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.
Belum diketahui keterkaitan Febri, Rasamala, dan Donal dengan perkara ini. Termasuk materi pemeriksaan yang dilakukan terhadap ketiganya.
"Pemanggilan para saksi ini tentu sebagai kebutuhan proses penyidikan yang sedang KPK selesaikan," kata Ali.
Untuk diketahui, KPK sedang mengusut perkara dugaan tindak pidana korupsi di Kementan.
Lembaga antirasuah dikabarkan telah menjerat tiga orang tersangka.
Mereka ialah Mentan Syahrul Yasin Limpo, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat Mesin Pertanian Muhammad Hatta.
Kendati demikian, KPK hingga saat ini belum mengumumkan secara resmi siapa saja yang dijerat sebagai tersangka dan detail perkara.
"Iya sudah tersangka," ucap sumber dari aparat penegak hukum yang mengetahui pengusutan kasus tersebut kepada Tribunnews.com, Jumat (29/9/2023).
Mentan Syahrul dkk diduga terlibat dugaan korupsi pemerasan dalam jabatan.
"Sejauh ini yang sedang kami lakukan proses penyidikannya terkait dengan perkara ini adalah berkaitan dengan dugaan korupsi," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2023).
Perbuatan tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 12 e UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Jadi kalau dalam konstruksi bahasa hukumnya, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu," jelas Ali.
"Tentu ini tempat kejadiannya adalah di Kementerian Pertanian. Pasalnya kalau kita lihat dalam UU Tipikor adalah (pasal) 12 e," imbuhnya.