TRIBUNNEWS.COM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam pengesahan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) oleh DPR yang salah satu pasalnya mengatur bahwa prajurit TNI atau anggota Polri bisa mengisi jabatan sipil.
Sebagai informasi, pasal yang mengatur hal tersebut adalah pasal 19 UU ASN.
KontraS menganggap aturan semacam ini merupakan wujud pembangkangan terhadap hukum dan semangat reformasi yang memiliki tujuan untuk menghapus dwifungsi ABRI dan memperkuat supermasi sipil.
Selain itu, KontraS juga menganggap pengesahan revisi UU ASN ini adalah wujud buruknya legislasi di Indonesia.
"Pemerintah bersama DPR RI tampaknya tidak belajar dari proses legislasi sebelumnya yang dilakukan secara kilat dan jauh dari nilai transparansi serta akuntabilitas," kata Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya dalam keterangan tertulis di laman KontraS dikutip Kamis (5/10/2023).
Baca juga: Panglima TNI Mutasi, Rotasi, dan Promosi 75 Perwira Tinggi TNI AD, Ini Daftar Nama-namanya
Dimas juga menilai diperbolehkannya anggota TNI-Polri menduduki posisi ASN menjadikan Indonesia layaknya kembali ke zaman Orde Baru (Orba).
"Dalam aspek substansial, diperkenannya TNI-Polri menduduki posisi pada ASN merupakan jalan pemerintah untuk mengembalikan hantu Dwifungsi TNI/Polri sebagaimana terjadi pada zaman Orde Baru," katanya.
Aturan ini, kata Dimas, juga membuat institusi TNI-Polri menjadi tidak profesional lantaran turut mengurusi urusan sipil selain tugas pokoknya.
"Di tengah tantangan pertahanan dan keamanan yang semakin berat dalam konteks global, kedua institusi ini malah diperbolehkan menduduki jabatan sipil, alih-alih fokus pada tugas pokok dan fungsi di sektornya masing-masing ," kata Dimas.
"Belum lagi, tidak ada kedaruratan yang signifikan sehingga mengharuskan ASN harus berasal dari kedua institusi tersebut," sambungnya.
Dimas juga melihat adanya tidak adanya kesinambungan antara pasal 19 UU ASN dengan Pasal 47 ayat 2 UU TNI.
Baca juga: TNI Aktif Ditunjuk Jadi Pj Kepala Daerah, Ombudsman RI: Perlu Kedepankan Esensi UU TNI dan UU ASN
Sebagai informasi, pada Pasal 47 ayat 2 UU TNI, mengatur pembatasan jabatan sipil bagi prajurit aktif.
Ketidasinambungan ini, kata Dimas, justru memperjelas adanya tumpang tindih antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya.
"Pelibatan kedua institusi pasca reformasi seharusnya dilakukan secara ketat dan berbasiskan hukum. Sebagai contoh, dalam pelibatan TNI dalam domain sipil, harus dalam kerangkan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam OMSP tidak ada yang mengatur pelibatan prajurit TNI sebagai ASN," katanya."
Tak hanya UU TNI, pasal 19 UU ASN ini juga tumpang tinidh dengan Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang berbunyi 'Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.'
"Norma tersebut sangat jelas melarang anggota Polri yang statusnya masih aktif untuk mengambil tugas di luar urusan Kepolisian."
"Seorang perwira harus mengundurkan terlebih dahulu, baru dapat menerima tugas memegang tugas memimpin suatu daerah," jelas Dimas.
Di sisi lain, Dimas menilai pengesahan UU ASN ini adalah bentuk jalan pintas yang dilakukan negara untuk menyelesaikan fenomena perwira tinggi non-job.
Baca juga: Keuntungan Pegawai PPPK Setelah RUU ASN Disahkan Menjadi UU: Dapat Gaji, Tunjangan, hingga Cuti
Dimas juga mengkhawatirkan adanya UU ASN ini akan merusak jenjang karier dalam institusi sipil itu sendiri.
"Agenda akal-akalan ini berlanjut lewat revisi UU ASN sehingga terdapat aturan hukum yang melegitimasi penempatan TNI-Polri di jabatan sipil."
"Lebih jauh, kami juga mengkhawatirkan masuknya TNI-Polri ke struktural ASN hanya akan mengganggu jenjang karier di suatu institusi," tuturnya.
Alhasil, Dimas mendesak agar DPR membatalkan pengesahan UU ASN tersebut demi menjaga profesionalitas aparat keamanan dalam tugas keamanan dan pertahanan negara.
Kemudian, ia meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menandatangani revisi UU ASN itu hingga muatan Pasal 19 di dalamnya dicabut.
Dikutip dari Kompas.com, adapun pasal 19 UU ASN yang dimaksud KontraS berbunyi sebagai berikut: "Pengisian jabatan ASN dari prajurit Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud Ayat (2) huruf a dilaksanakan di instansi pusat meliputi kementerian atau lembaga...."
Pengisian jabatan ASN dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan berdasarkan permohonan penugasan dari instansi pusat.
Baca juga: TNI Aktif Ditunjuk Jadi Pj Kepala Daerah, Ombudsman RI: Perlu Kedepankan Esensi UU TNI dan UU ASN
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan ASN dari prajurit TNI dan Polri diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Meski demikian, pengisian jabatan ASN dari prajurit TNI dan anggota Polri tetap dilakukan secara terbatas dan selektif.
Di sisi lain, diperbolehkannya prajurit TNI dan personel Polri menempati jabatan ASN tertentu sebetulnya sudah diatur dalam UU ASN sebelum dilakukan perubahan.
Hal ini tertuang dalam Pasal 20 yang menyebut jabatan ASN tertentu dapat diisi prajurit TNI dan anggota Polri.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)