Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan uji materiil batas usia minimum sebagai capres-cawapres dalam perkara 90/PUU-XXI/2023 belakangan menjadi polemik di publik.
Setidaknya ada 10 laporan masyarakat yang masuk ke MK perihal putusan tersebut.
Ketua MK Anwar Usman bahkan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) atas dugaan KKN pada Senin (23/10) lalu.
Ketua Umum DPP Nasional Corruption Watch (NCW) Hanifa Sutrisna pun menilai MK kian keluar dari esensi yang semestinya menjalankan keberimbangan antara pembuat undang-undang yakni eksekutif dan legislatif.
Padahal MK sesungguhnya merupakan penjaga gawang konstitusi.
"Kami di DPP NCW melihat MK makin keluar dari esensinya yang semestinya menjalankan check and balances pada kekuasaan pembuat undang-undang yakni eksekutif dan legislatif," kata Hanifa, Rabu (25/10/2023).
Baca juga: Amien Rais Sindir Ketua MK Anwar Usman Tidak Takut Lagi pada Tuhan
Ia pun menyebut keraguan publik atas putusan MK ini dikhawatirkan berdampak panjang hingga perselisihan hasil Pilpres dan Pileg 2024.
Hanifa pun mempertanyakan peristiwa-peristiwa politik yang terjadi belakangan.
"Apa iya seperti ini demokrasi dan suksesi dalam perpolitikan yang sehat yang dibangun pasca reformasi di Indonesia?" kata Hanif.
Adapun sebagai respons atas laporan masyarakat yang masuk, MK membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang diisi diisi mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Prof Bintan Saragih, dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Hakim Konstitusi sekaligus Juru Bicara Bidang Perkara MK, Enny Nurbaningsih mengatakan komposisi anggota MKMK ini sebagaimana ketentuan Pasal 27 a UU MK di mana keanggotaannya berasal dari unsur tokoh masyarakat, akademisi dan hakim aktif.
Pembentukan MKMK ini dilakukan untuk memeriksa dan mengadili laporan, termasuk temuan dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim konstitusi.
"Jadi MKMK terbentuk karena memang salah satunya karena perintah undang-undang sebagai bagian dari kelembagaan yang dimintakan UU khususnya Pasal 27 (a) untuk memeriksa, termasuk mengadili kalau memang terjadi persoalan yang terkait dugaan pelanggaran, termasuk kalau ada temuan," ungkap Hakim Konstitusi sekaligus Juru Bicara Bidang Perkara MK, Enny Nurbaningsih.(*)